Hari ini Jumat tanggal 19 April 2019 adalah hari yang begitu indah dan syahdu. Apakah semua negara di dunia mengalaminya? Entahlah! Yang jelas rakyat Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan hidup dalam harmoni Bhinneka Tunggal Ika, patut mensyukurinya.
Hari Jumat ini, bertepatan dengan kesamaan waktu perayaan kegiatan ritual dua agama yang yang berbeda, yaitu Islam dan Kristiani. Umat Islam seperti biasa setiap hari Jumat melaksanakan ritual mendengarkan khutbah dilanjutkan dengan sholat Jumat. Dan umat Kristiani di hari yang sama sedang melaksanakan ritual Jumat Agung sebagai bagian dalam rangka merayakan Hari Paskah.
Perayaan hari besar keagamaan ataupun ritual keagamaan dalam waktu yang hampir bersamaan bahkan dalam hari yang sama, kerap kali terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meskipun demikian, tidak terjadi konflik ataupun saling bersaing, apalagi mengganggu satu sama lainnya.
Semua umat beragama tetap bebas menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Seperti hari ini, umat Islam menjalankan ibadahnya ke masjid dan umat Kristiani menjalankan ibadahnya ke gereja.
Di NKRI, perbedaan agama bukanlah alasan untuk bertikai. Justru hal tersebut menjadi pelajaran bersama untuk bersikap dewasa dan berusaha mengamalkan ajaran luhur dalam agama masing-masing yaitu toleransi dan persaudaraan sesama umat manusia. Bahkan sudah lumrah jika terdapat rumah ibadah agama yang berbeda namun letaknya berdekatan, berhadapan bahkan bersisian.
Bahkan saat perayaan hari besar agama, umat yang beragama lain tak segan turut membantu untuk memudahkan dan melancarkan hingga menjaga keamanannya.
Contoh mudahnya adalah adanya Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang saling bertetangga dekat, hanya berjarak sepenyeberangan jalan. Jika umat Islam yang beribadah di Masjid Istiqlal kekurangan tempat parkir, maka pihak Gereja Katedral mempersilahkan parkir di lingkungan gereja. Demikian juga jika umat Kristiani yang beribadah di Gereja Katedral kekurangan tempat parkir, maka dipersilahkan parkir di lingkungan masjid Istiqlal.
Di daerah lain pun demikian, mayoritas agama tertentu bukan berarti mempersulit minoritas agama lainnya. Mayoritas dan minoritas hanyalah jumlah saja, namun hakekatnya tetap bersaudara, saling menghormati, saling bantu, saling memudahkan bahkan saling menyelamatkan dalam kesadaran sebagai bangsa, negara dan tanah air yang sama yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di Manado yang mayoritas Kristen, umat Islam tetap bebas beribadah. Di Bali yang mayoritas Hindu, umat Islam tetap bebas beribadah. Di Papua yang mayoritas Kristen, umat Islam tetap bebas beribadah. Bahkan pengalaman saya pernah menjadi minoritas Islam di daerah mayoritas Kristen, sangat sering teman-teman Kristen mengingatkan saya untuk sholat tepat waktu saat mereka mendengar adzan berkumandang.
Demikian juga daerah-daerah lainnya yang mayoritas Islam, umat beragama lainnya tetap bebas menjalankan ibadahnya. Umat Kristiani, Hindu, Budha, Konghucu dan lainnya, tetap bisa menjalankan ibadahnya masing-masing.
Memang tak bisa dipungkiri masih ada tindakan intoleransi dan pembatasan kegiatan agama lain di beberapa daerah di Indonesia. Kita harapkan para pihak yang berwenang, utamanya penegak hukum dapat menjalankan tugasnya dengan baik mengatasi segala bentuk intoleransi dan diskriminasi agama. Hal tersebut bisa dikatakan sebagai penyakit yang bisa menular.