Perjalanan saya di Hari Minggu pagi tidak direncanakan. Niat awal keluar rumah untuk olahraga berenang di Laut Pulau Muna. Ternyata lautnya sedang surut sehingga tidak mengasyikkan untuk olahraga berenang. Lebih cocok untuk bersantai, mencari kerang atau gurita dan bermain-main air.
Saya putuskan untuk berjalan-jalan mengenal lebih banyak tentang Kota Raha Ibukota Kabupaten Muna di Pulau Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Hingga akhirnya saya sampai di sebuah desa di pinggir laut. Saat mendekati garis pantai, saya melihat sesuatu di laut. Rasa heran pun muncul, dan tentu saja prasangka juga mengiringinya.
Di laut saya melihat banyak botol plastik yang mengambang. Luar biasa kotornya laut yang saya lihat, sangat banyak sampah botol. Tersentak hati saya bersedih, kepala menggeleng tanda penyesalan. Apakah sampah tersebut berasal dari penduduk setempat ataukah terbawa ombak dan arus dari tempat lain? Mengapat tidak ada upaya dari pemerintah atau penduduk setempat untuk mengambil sampah-sampah tersebut? Mengapa laut dibiarkan kotor seperti itu?
Rasa penasaran saya semakin membuncah. Saya mendekati seorang laki-laki yang dari kejauhan mengamati. Setelah berbincang-bincang, barulah rasa penasaran dan kesedihan saya menghilang, berganti rasa takjub dan kekaguman.
Ternyata botol-botol plastik di laut tersebut bukanlah sampah. Botol plastik itu digunakan sebagai penanda dan diikatkan tali tempat disangkutkannya rumput laut yang sengaja dibudidayakan. Botol-botol plastik yang ukurannya 1,5 lilter ternyata digunakan untuk budidaya rumput laut penduduk setempat. Informasi ini baru pertama kali saya dengar, jelas sangat menarik untuk mengetahuinya lebih lanjut.
Saya kembali ke tepi pantai untuk melihat lebih seksama. Yang sekilas terlihat seperti sampah itu, memiliki pola susunan yang rapi. Tidak random atau tak beraturan sebagaimana kumpulan sampah di laut pada umumnya. Saya salut pada kreativitas penduduk setempat. Botol-botol plastik yang bisa saja berakhir sebagai sampah yang mencemari lingkungan, mencemari laut, ternyata bisa dimanfaatkan untuk membantu budidaya rumput laut.
Keingintahuan saya makin besar setelah mendapatkan informasi adanya budidaya rumput laut di tempat tersebut. Setelah berkeliling melihat-lihat, saya menjumpai banyak rumput laut yang sedang dijemur. Ada yang dijemur menggunakan bambu yang dibuat khusus sebagai tempat menjemur. Ada juga yang dijemur beralaskan terpal di atas tanah.
Belum cukup banyak informasi yang saya dapatkan dan gali dari tempat yang sangat menarik ini. Rasa lelah dan lapar membuat saya memutuskan untuk segera pulang. Lain kali saya akan datang untuk mengetahui lebih banyak dan lebih lanjut tentang budi daya rumput laut di tempat tersebut.
Saat pulang saya melintasi sebuah papan nama yang berada di depan sebuah rumah. Terdapat tulisan "Desa Ghone Balano". Rupanya itu nama desa tempat budi daya rumput laut di Kota Raha Pulau Muna. Baiklah, Desa Ghone Balano, mohon maaf tadi sempat berburuk sangka pada pendudukmu! Tapi ingat, Sudah kutandai Kau! Di lain waktu saya akan kembali untuk mencari informasi yang lebih banyak dan lengkap untuk menuliskanmu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H