Di kolam renang publik, saya seringkali melihat pasangan laki-laki dan perempuan yang saling berinteraksi mesra secara fisik. Kadangkala mereka adalah memang sepasang suami istri, namun juga lebih banyak yang merupakan pasangan muda-mudi yang belum menikah. Mereka tidak merasa risih merapatkan badannya satu sama lain baik dengan berhadapan ataupun salahsatunya membelakangi.
Saya terpaksa harus berusaha kerasa mengarahkan anak yang sedang belajar berenang ke bagian lain agar tidak melihat pemandangan vulgar tersebut. Bila sang anak ternyata sempat melihat dan memperhatikan untuk beberapa waktu, maka saya pun menjelaskan bahwa hal tersebut adalah tidak baik. “Kedekatan fisik” antara lawan jenis hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami-istri atau yang telah menikah. Itu pun tidak boleh dilakukan atau ditunjukkan di sembarang tempat, karena akan membuat risih orang lain yang melihatnya.
Bermesraan di ruang publik menurut saya kurang cocok dengan budaya Indonesia yang masih menghormati tata krama, kesopanan, norma-norma masyarakat dan ajaran agama. Meskipun sudah menikah, hendaknya memperhatikan di sekitarnya apakah terdapat anak-anak yang belum cukup umur. Dikhawatirkan anak-anak melihat hal tersebut adalah suatu kebiasaan yang akan mempengaruhi sikap dan mentalnya sehingga lebih cepat dewasa sebelum waktunya.
Bermesraan “secara fisik” di ruang publik seharusnya tidak dilakukan, baik yang sudah menikah ataupun belum menikah namun sudah dewasa. Apatah lagi bila dilakukan oleh mereka yang belum dewasa seperti anak-anak usia sekolah (SMP-SMA). Para pihak yang berwenang di ruang publik seperti pengawas, satpam, manajemen atau pengelola harus memperhatikan hal ini demi kenyamanan bersama pengguna ruang publik, khususnya demi melindungi anak-anak dari pengaruh buruk yang akan merusak mental dan perilaku. Mereka harus membuat aturan tegas dan berani menegur siapapun yang bermesraan di ruang publik.
Bagi mereka yang membawa anak-anak ke ruang publik hendaknya selalu waspada agar anak tidak melihat hal-hal yang tak pantas khususnya “kemesraan fisik” yang dilakukan kalangan yang tidak memiliki rasa malu. Anak-anak harus diberi pemahaman mengenai batasa berinteraksi di ruang publik. Hal semacam ini bisa sekaligus diajarkan kala mengenalkan pendidikan sex kepada anak-anak. Bahwa ada bagian-bagian tubuh yang tidak boleh seenaknya disentuh, harus dilindungi dari potensi pelecehan baik secara vulgar maupun secara halus.
Saya sendiri juga seringkali menyadarkan istri yang kadangkala tanpa sadar memeluk erat dari belakang kala berboncengan di sepeda motor. Saya katakan untuk berpegangan dengan wajar saja, jangan sampai terlihat memeluk erat. Khawatir hal tersebut akan dilihat oleh anak-anak yang belum cukup umur di sepanjang jalan yang dapat memberi pengaruh buruk. Apalagi saya tidak memacu motor dengan kencang bila sedang membawa penumpang.
Untuk mereka yang sudah menikah juga mereka yang sudah dewasa, sangat diharapkan kepeduliannya agar tidak bermesraan di sembarang tempat khususnya di ruang publik yang dapat dilihat oleh anak-anak belum cukup umur. Jangan sampai berpelukan, berciuman atau bersentuhan fisik yang berlebihan, yang sangat berpotensi ditiru oleh anak-anak yang pikirannya belum matang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H