Lihat ke Halaman Asli

Amirsyah Oke

TERVERIFIKASI

Hobi Nulis

Menerka Penyebab Kelangkaan Buku Nikah

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langkanya buku nikah ini, bagi saya pribadi adalah hal yang memalukan. Bagaimana tidak, setiap hari ada saja orang yang menikah dan berusaha meresmikan pernikahannya karena merupakan salah satu status sosial yang menjadi kebanggaan di masyarakat Indonesia, kok bisa-bisanya stok buku nikah habis? Apalagi Menteri Agama (Menag) mengatakan bahwa kelangkaan baru terjadi tahun ini, berarti memang ada hal luar biasa yang menyebabkan terjadinya hal ini. Bisa jadi penyebabnya dari dalam Kementerian Agama sendiri, pihak perusahaan yang mendapatkan proyek pencetakan buku nikah atau pihak-pihak lainnya.

Setelah mencari informasi di media online, diberitakan Menag menjelaskan bahwa kelangkaan buku nikah karena masalah anggaran. Anggaran untuk program pengadaan buku nikah itu terlambat cair. Penyebabnya Menag tidak tahu persis karena menyangkut administrasi (sumber). Media lain memberitakan bahwa Menag menjelaskan kelangkaan buku nikah di sejumlah provinsi terjadi akibat terlambatnya pencairan persetujuan anggaran. Maka dampaknya proses tender tentang buku nikah tersebut ikut terlambat. Sedangkan Kompas.com memberitakan bahwa Menag mengatakan Penyebab kelangkaan itu karena keterlambatan cetak dan distribusinya, disamping hambatan pada pencairan dana.

Jadi bisa dikatakan salah satu masalah utamanya adalah terlambatnya pencairan dana. Sayangnya Menag tidak memberikan penjelasan yang lebih detil mengenai yang dimaksud dengan terlambatnya pencairan dana. Setahu saya, meskipun ada keterlambatan dalam pencairan dana, seharusnya tidak ada masalah dengan ketersediaan buku nikah. Asumsi saya pencetakan buku nikah berasal dari APBN yang dialokasikan dalam Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Agama, bila demikian maka proses pencairan dananya berhubungan dengan Kementerian Keuangan cq Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

Berdasarkan mekanisme pencairan dana APBN kementerian/lembaga negara atas suatu pekerjaan seperti pengadaan buku nikah maka lazimnya melalu tahapan seperti berikut:


  1. Dana pengadaan telah tersedia sejak awal tahun yaitu mulai Januari 2013.
  2. Panitia Pengadaan melaksanakan tender pencetakan buku nikah sesuai peraturan pengadaan barang/jasa. Secara teori proses pengadaan bisa segera dilakukan lebih awal sejak bulan-bulan awal tahun 2013.
  3. Perusahaan yang menjadi pemenang tender melaksanakan pekerjaan. Dalam melaksanakan pekerjaan, perusahaan tender dimungkinkan untuk mendapatkan uang muka kerja hingga maksimal 20% dari nilai kontrak untuk perusahaan non kecil dan 30% untuk perusahaan kecil. Kadangkala ada beberapa perusahaan besar yang tidak membutuhkan uang muka dalam melaksanakan pekerjaannya. Berdasarkan kontrak juga, perusahaan juga bisa mendapatkan pembayaran bila pekerjaan telah mencapai persentase tertentu. Sebagaimana ada perusahaan yang tidak memerlukan uang muka dalam melaksanakan pekerjaan, ada juga perusahaan yang meminta pembayaran setelah pekerjaan selesai dilaksanakan 100%.
  4. Pembayaran kepada perusahaan dilakukan setelah Kementerian Agama yakin pekerjaan telah dilaksanakan dengan baik sesuai kontrak. Kementerian Agama akan mengajukan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada Ditjen Perbendaharaan dengan dokumen-dokumen pendukung sesuai peraturan Menteri Keuangan. Apabila SPM dan dokumen pendukung dari Kemenag telah benar dan lengkap sesuai peraturan, maka Ditjen Perbendaharaan akan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dalam waktu maksimal satu jam sejak SPM dan dokumen pendukungnya (yang dinyatakan telah lengkap dan benar) diterima oleh loket dan dibuktikan dengan tanda terima yang dicetak oleh sistem komputer. SP2D tersebut dikirimkan ke Bank pada hari yang sama, dan bank akan segera mentransfer dana langsung kerekening rekanan pada hari itu juga. Proses penerbitan SP2D di Ditjen Perbendaharaan ini tidak dikenakan biaya apapun.
  5. Proses pencairan dana tidak bisa dilakukan bila SPM dan dokumen pendukungnya dari Kementerian Agama terdapat kesalahan dan/atau tidak lengkap sebagaimana yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Apabila hal ini terjadi maka Ditjen Perbendaharaan akan membuat surat resmi pengembelian SPM kepada Kementerian Agama disertai penjelasan mengapa SPM tersebut ditolak sehingga tidak bisa diproses pencairan dananya. Berdasarkan surat pengembalian ini, Kementerian Agama dengan mudah dapat mengetahui apa saja kesalahan atau ketidaklengkapan yang terjadi lalu dengan cepat bisa memperbaiki/melengkapinya sesuai dengan ketentuan/peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan lalu kembali mengajukan SPM ke Ditjen Perbendaharaan untuk diproses pencairan dananya sebagaimana mestinya.

Dari sini dapat dilihat bahwa:


  1. Proses pengadaan buku nikah bisa dilaksanakan sejak awal-awal tahun anggaran sehingga pelaksanaan pekerjaannya pun bisa segera dimulai dan dapat diselesaikan lebih cepat.
  2. Proses pelaksanaan pekerjaan dalam hal ini pencetakan buku nikah bisa saja tidak terganggu sama sekali walaupun terjadi masalah yang dapat menghambat proses pencairan dananya, bila perusahaannya memiliki kekuatan keuangan/modal yang besar sehingga tidak memerlukan pembayaran secara bertahap. Saat buku nikah sudah selesai semua di cetak maka proses pembayaran dan pencairan dananya baru dilakukan.
  3. Keterlambatan pencairan dana bisa jadi disebabkan oleh perusahaan terlambat menyelesaikan pekerjaannya sehingga Kemenag tidak bisa menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM). Bisa juga karena SPM dari Kemenag terdapat kesalahan dan/atau tidak didukung dokumen-dokumen yang sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan.
  4. SPM dan dokumen pendukungnya yang benar dan lengkap akan diproses, dalam waktu paling lambat satu jam segera diterbitkan SP2D untuk dikirimkan kepada Bank agar pada hari yang sama segera mentransfer dana kepada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan.

Sedangkan permasalahan lain seperti terlambatnya distribusi buku nikah ke daerah-daerah relatif patut dipertanyakan karena daerah-daerah yang mengalami kelangkaan adalah daerah yang tidak jauh dari Jakarta dan relatif tidak ada masalah terkait transportasi ataupun perusahaan yang dapat mengirimkannya. Terkait terjadinya kelangkaan buku nikah yang menurut Kemenag baru terjadi tahun ini, maka ada baikknya Kemenag melalukan evaluasi terkait pengadaan buku nikah di seluruh Indonesia. Misalnya dengan melakukan desentralisasi pencetakan buku nikah di masing-masing daerah yang kebutuhan buku nikahnya sangat tinggi.

Pernikahan adalah kejadian rutin dan selalu tercatat dengan relatif baik di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini jelas dapat menjadi acuan dari Kemenag untuk mengestimasi kebutuhan setiap tahunnya. Apalagi dokumen buku nikah tidak ada tanggal kadaluarsanya sehingga bila tidak terpakai tahun ini tetap bisa dipakai untuk tahun depan dan tahun-tahun selanjutnya sehingga dapat dikondisikan untuk meningkatkan stok buku nikah lebih banyak selama pelaksanaannya tetap mengacu pada peraturan dan tata kelola yang baik. Semoga tidak akan pernah lagi terjadi kelangkaan buku nikah di masa-masa mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline