Lihat ke Halaman Asli

Amirsyah Oke

TERVERIFIKASI

Hobi Nulis

Islam Tidak Masalah Kolom Agama di KTP Dikosongkan

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Polemik kembali terjadi terkait pencantuman agama yang dianut di dalam kartu tanda penduduk (KTP). Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menyatakan bahwa diperbolehkan mengosongkan keterangan agama di dalam KTP bagi yang agamanya tidak atau belum diakui oleh negara berdasarkan undang-undang. Saat ini ada enam agama yang diakui negara yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu.

Dari sekian banyak yang menentang diperbolehkannya mengosongkan keterangan agama di KTP, terlihat dari beberapa kalangan agama Islam lah yang paling menentangnya. Bisa dilihat dari orang-orang semacam Fahri Hamzah yang sangat vokal dan ketus menolaknya. Dari sekian banyak pendapat yang menentang, saya tidak menemukan argumentasi yang kuat yang didukung oleh ajaran agama Islam.

Ajaran Islam menegaskan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Selain itu ada juga bagimu agamamu, bagiku agamaku. Bila untuk beragama saja tidak dipaksa, mengapa harus dipaksa untuk mengisi keterangan dalam kolom agama di KTP? Apalagi harus diisi dengan agama yang tidak dianut atau dipercayainya? Pun dalam ajaran Islam tidak ada yang menyatakan bahwa seseorang dianggap beragama Islam berdasarkan keterangan agama Islam di dalam KTP. Bahkan yang sudah mengaku beragama Islam tidak otomatis mereka menjadi Islam yang sebenarnya karena ajaran Islam tidak hanya menekankan pada pengakuan ataupun sekadar penampilannya saja, melainkan harus dilihat bagaimana implementasinya.

Kebebasan untuk tidak mencantumkan agama dalam KTP pun ada konsekuensinya. Misalnya saat ingin melamar gadis pujaan bersiap-siap ditolak sang orang tua yang mencurigai tidak seagama karena tidak ada keterangan agama dalam KTP walaupun mengaku beragama yang sama, atau bagi pegawai atau buruh harus rela tidak mendapatkan Tunjangan Hari Raya karena peraturan hanya mewajibkan perusahaan untuk memberikan THR pada perayaan hari besar agama yang diakui oleh Negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline