Tidak terasa, sebulan lagi Indonesia akan menggelar pemilu, lebih tepatnya pada tanggal 17 April 2019. Para calon legislatif (caleg) telah menyiapkan berbagai cara untuk menggaet dukungan dari omasyarakat di daerah pilihannya. Salah satu contoh cara yang dilakukan oleh para caleg adalah memasang poster/baliho di pinggir jalan, di tembok-tembok kosong dan bahkan hingga di kendaraan umum. Sehingga dimana pun mata ini memandang, setidaknya, kita akan melihat satu wajah caleg terpampang nyata di depan mata.
Memang tidak semua caleg yang melakukan hal tersebut, namun dengan maraknya atribut yang terpampang menjadi penilaian keseluruhan untuk para caleg.
Bagi caleg dan tim suksesnya (timses), hal ini merupakan cara yang efektif untuk mendulang suara karena masyarakat membaca nomor urut caleg dan program kerja yang ditawarkan. Namun bagi saya, mungkin bagi beberapa masyarakat lain juga sependapat, tindakan tersebut hanya membuang-buang uang dan waktu saja. Tidak efektif untuk mendulang suara. Ada beberapa alasan yang mendasari pemikiran tersebut.
Alasan pertama adalah dengan banyaknya gambar yang tersebar tersebut malah memberikan efek "polusi wajah" dijalanan. Polusi wajah tersebut tentu saja mengganggu pemandangan masyarakat. Dan membuka paradigma masyarakat bahwasanya mereka "meminta dengan keras/mengemis" bantuan suara.
Alasan kedua terletak pada tidak sampainya visi-misi caleg dengan baik. Sebagus apapun visi-mis yang disampaikan jarang akan tersampaikan dengan baik, karena saya, atau mungkin beberapa masyarakat, cenderung mengabaikan poster yang bertebaran disepanjang jalan. Belum lagi, "aroma" visi-misi tersebut tercium seperti janji manis caleg seperti caleg terpilih pada 5 tahun yang lalu.
Alasan ketiga adalah dengan "semerawutnya" pemasangan poster pemilu ini semakin membuat saya berpikir, bagaimana mereka akan "menata daerah" jika untuk kampanye masih menggunakan metode lama tersebut.
Saya pernah iseng mencari berita bagaimana pelaksanaan pemilu di Jepang. Hasilnya adalah mereka lebih rapi dalam pelaksanaan bahkan kampanye pada pemilu. Ini bukan alasan bahwa Jepang itu adalah negara maju sehingga menjadikan hal ini suatu kewajaran.
Harapan saya, para caleg bisa bersinergi untuk melaksanakan pemilu dengan rapi dan indah. Bisa mencontoh budaya Jepang misalnya. Sehingga pemilu akan terasa lebih berbeda dari biasanya
salam pemilu,
salam Kompal.