Lihat ke Halaman Asli

Amir Idris

Manusia biasa

Feminisme: Warisan R.A. Kartini yang Mulai Terbiaskan oleh Zaman

Diperbarui: 22 April 2024   15:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Feminisme merupakan sebuah gerakan yang sejatinya telah eksis sejak awal abad ke-18. Dengan menjadikan kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan sebagai tujuan utamanya, feminisme harus mengalami banyak pertarungan dan pertaruhan untuk bisa ada sampai sekarang. 

Tantangan terbesar dari feminisme adalah budaya patriarki yang senantiasa mengkotak-kotakkan laki-laki dan perempuan sebagai dua entitas yang berbeda dan menempatkan laki-laki sebagai pihak yang mendominasi perempuan dalam hampir segala hal.

Tapi, apakah feminisme masih relevan dan dibutuhkan di Indonesia pada era sekarang ini?

Untuk dapat menjawab pertanyaan di atas, kita perlu memahami makna sebenarnya dari feminisme. Feminisme di abad ke-21 ini merupakan feminisme gelombang ketiga, yang dimana mengangkat isu kesetaraan hak bagi laki-laki dan perempuan. 

Hak yang diperjuangkan juga bukan hanya sekadar hak untuk memilih dan atau berpartisipasi aktif dalam kegiatan politik sahaja seperti yang diangkat oleh para aktivis feminisme dari gelombang pertama, tapi hak di segala aspek kehidupan, seperti hak mendapatkan upah, kesempatan bekerja, akses pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta perlindungan hukum yang setara baik bagi perempuan maupun laki-laki.

Setidaknya, itulah makna dari feminisme yang sesungguhnya, yang seharusnya dapat dengan mudah dipahami oleh setiap orang sehingga menjadikan feminisme sebagai sebuah paham dan atau ideologi yang layak untuk diperjuangkan baik oleh perempuan maupun laki-laki.

Namun, ada beberapa pihak yang menolak adanya feminisme. Sebagian karena memang merasa bahwa mau tidak mau, suka tidak suka, laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda. Dan karena perbedaan alamiah inilah, laki-laki dan perempuan memiliki tanggung jawab dan hak yang berbeda pula. 

Ada hal yang hanya bisa dilakukan oleh perempuan, seperti hamil dan melahirkan, ada pula sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh pria karena kelebihannya dalam kekuatan dan ketahanan fisiknya.

Sebagian lagi, mereka yang menolak feminisme mungkin pernah bertemu dengan seseorang yang memasukkan kepentingan pribadinya ke dalam ideologi tersebut sehingga mereka, orang yang menolak ini, menjadi salah paham dan tidak mengenal feminisme yang sejati. 

Oknum yang memelintir feminisme demi keuntungan pribadi biasanya memiliki ciri yang serupa, yaitu alih-alih membuat feminisme sebagai sebuah cara pandang yang menuntut kesetaraan laki-laki dan perempuan, oknum tersebut malah berperilaku seakan-akan perempuan lebih superior dan bisa segalanya dibandingkan laki-laki. Sebuah tindakan yang ironi, sebenarnya, mengingat feminisme sendiri sangat memerangi misoginis.

Selain itu, ada beberapa pihak yang menganggap bahwa tujuan utama dari feminisme telah tercapai sehingga tidak perlu untuk dilanjutkan lagi perjuangannya. Umumnya, orang yang berpandangan demikian hidup di negara yang memiliki tingkat demokrasi yang tinggi sehingga kesenjangan antar gender agak sedikit tersamarkan. Mereka tidak mengetahui bahwa di belahan bumi bagian lain, masih terdapat perempuan-perempuan yang direbut paksa hak nya hanya karena mereka terlahir sebagai seorang perempuan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline