Lihat ke Halaman Asli

Amir Mahmud Hatami

Aku Berpikir, Maka Aku Kepikiran

Undang-Undang Buatan Ayah

Diperbarui: 21 Desember 2021   00:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image by wal_172619 from Pixabay 

"Malam merupakan waktu favorit bagi para kriminal untuk berkeliaran mencari tempat-tempat sonder keramaian. Karena itu lah kalian ada disini, Badebah!" Ujar Rigi kepada anak buahnya yang mendapat tugas menjaga keamanan malam kota Barbiton.

Memberi wejangan memang sudah menjadi rutinitas Rigi sehari-hari. Mereka---anak buah Rigi---takkan pernah terbebas dari celotehan Rigi. Dari shift pagi hingga shift malam, ia selalu menyempatkan waktu untuk mengunjungi anak-anak buahnya yang akan pergi bertugas.

Sebagai pemimpin tertinggi di Departemen Kepolisian Sektor Barbiton (DKSB), selain tegas, Rigi juga dikenal arogan oleh bawahannya. Mulutnya lebih tajam ketimbang belati yang ada di saku celana belakangnya. Tangannya pun tak segan-segan menjotos wajah mereka yang lalai dalam tugas, apalagi jika ada yang berani membantah segala perintahnya.

Di luar institusi, nama Rigi menjadi momok menakutkan bagi kebanyakan orang. Dikalangan bramacorah hingga aktivis, dirinya dijuluki seorang algojo yang siap menyiksa siapapun orang---berstatus tersangka atau belum---yang kedapatan olehnya melanggar Undang-undang Republik Omnipotensia. Tiada satu pun bandit yang bakal luput dari penglihatannya. Dimanapun dan kapanpun itu, uniform kebesarannya seolah telah menyatu dengan tubuh dan jiwanya.

Perangai kejam Rigi sengaja dibentuk oleh kedua orangtuanya sedari ia kecil; melalui cara-cara represif yang mereka (orangtua Rigi) anggap pantas dilalukan dalam proses sosialisasi primer. Ayahnya, Sirato merupakan tiran yang sangat bengis, korup, dan gila kekuasaan. Sedangkan ibunya, Malia adalah isteri yang terlatih untuk manut kepada sang suami.

Rigi kecil yang seharusnya berada di taman bermain bersama anak seumurannya, dialihkan oleh ibunya untuk turut menyaksikan---sesuai perintah Sirato---proses penyiksaan para bandit dan semua musuh politik ayahnya. Kala tragedi itu berlangsung, Rigi kecil merekam sebuah kalimat yang diucapkan ayahnya kepada ajudan presiden, dan masih tersimpan dalam memori otaknya sampai ia dewasa. Sirato mengingatkan kepada Nubus: 

"Pelaku kriminal tak kenal istirahat, termasuk para pengkhianat negara. Jangan mudah mempercayai orang di sekelilingmu!"

Berkat ingatan masa kecil tadi, Rigi dewasa bertekad kuat menumpas seluruh tindak tanduk kejahatan yang dapat mengancam negara, tak peduli dengan jadwal libur mingguannya sebagai polisi. Baginya, diam di rumah atau berlibur hanya akan merugikan negara.

*******

Pernah sesekali Rigi mencoba menjalani hidup seperti kebanyakan orang normal; menikmati waktu libur menyusuri tempat-tempat indah. Itu pun bukan berangkat dari keinginannya. Seorang wanita cantik berambut ikal, dan sangat disegani di lingkungan DKSB lah, orang dibalik patuhnya Rigi terhadap satu hari agung yang sering dinanti-nanti oleh setiap pegawai pemerintahan seperti mereka. Wanita itu bernama Elish, asistennya sendiri, sekaligus orang ketiga yang sangat Rigi percayai, setelah kedua orangtuanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline