Lihat ke Halaman Asli

Yuk Bercermin Dulu!

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wahai tubuh, seperti apakah isi gerangan hatimu?

Apakah isi hatimu sebagus kata-katamu, atau sebagus daki yang melekat ditubuhmu?

Apakah hatimu seindah penampilanmu atau sebusuk kotoranmu?

(disadur dari catatan seorang sahabat)

Benda yang satu ini sangat familiar, sering dijual di toko bangunan, bahkan di pinggir jalan. Tetapi sadar atau pun tidak, benda ini sangat dibutuhkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Bayangkan, bagaimana rasanya jika hidup ini tidak ada cermin, tentu kita tidak akan pernah tahu akan rupa diri kita sendiri. Bahkan bagi sebagian perempuan, keberadaan cermin itu tidak bisa lepas dalam aktivitas keseharian, kemana-mana biasanya cermin itu selalu dibawa.

Misalnya saja, untuk membetulkan kerudung yang kurang pas, mereka (perempuan) tak segan untuk izin ke kamar kecil. Padahal tujuannya cukup simple, ya hanya untuk membetulkan kerudungnya. Tanpa ada bantuan cermin rasanya terkesan ribet. Bagi sebagian wanita yang senang dandan tentu cermin kecil selalu menemani kemana pun mereka pergi.

Ketika make-upnya dirasa sudah luntur, alisnya mulai tipis, lurus dan lain-lain, tak segan mereka mengeluarkan cermin kecil dari dalam tas mungilnya. Sebetulnya, tak jauh berbeda juga dengan laki-laki yang senang dengan fashion. Hanya saja laki-laki biasanya cukup bercermin di rumah, atau malah lebih berani, apapun yang bisa memantul bisa dijadikan cermin.

Inilah fenomena kecil yang sering kita jumpai, yang begitu penting dalam kehidupan sehari-hari dan tak bisa dipisahkan dari hidup kita. Apa jadinya jika hidup ini tidak ada cermin, tentu rasanya ada sesuatu yang hilang. Penulis sempat merasakan pengalaman yang luar biasa dan tidak mengenakkan.

Salah seorang teman pernah mengalami hal ini. Kala itu selama sepuluh hari Ia ditugaskan untuk menjalankan salah satu program dari kantornya. Ia ditempatkan di desa terpencil dan di puncak sebuah bukit yang diapit oleh dua gunung menjulang ke langit. Karena berada di atas ketinggian, rasa dingin adalah santapan setiap hari, tak peduli siang maupun malam hari.

Karena mengalami kondisi alam yang berbeda, banyak sekali perjuangan yang harus dihadapi. Harus terbiasa dengan cuaca dingin, jarang mandi (sehari cukup satu kali, itu pun mandinya dilakukan pada siang hari). Perjuangan yang lain yaitu tidak menemukan cermin, hanya ingin sekedar melihat wajah atau melihat keadaan rambut. Maklum karena akses ke kota lumayan jauh dan jalannya yang rawan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline