Lihat ke Halaman Asli

Amirah Hashifah

UIN Raden Mas Said Surakarta

Analisis Studi Kasus Hukum Positive Terhadap Pelecehan Seksual Anak di Bawah Umur yang Dilakukan oleh Orang Tua di Kabupaten Siak Tahun 2019-2023

Diperbarui: 5 Oktober 2024   01:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Studi kasus mengenai pelecehan seksual anak di bawah umur oleh orang tua di Kabupaten Siak dapat dianalisis dari perspektif filsafat hukum positif, yang menekankan pada hukum sebagai seperangkat aturan yang berlaku secara formal dan ditegakkan oleh lembaga berwenang.
Dalam konteks hukum positif, tindakan pelecehan seksual anak diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Hukum positif berfokus pada norma-norma yang tertulis dan bagaimana norma tersebut diberlakukan oleh sistem hukum yang ada. Dalam kasus ini, hukum positif menetapkan sanksi pidana yang jelas bagi pelaku, yaitu hukuman penjara dan/atau denda. Pendekatan ini menegaskan pentingnya mengikuti aturan hukum yang berlaku tanpa mempertimbangkan faktor moral atau etika di luar teks hukum itu sendiri.
Hukum positif juga menyoroti pentingnya mekanisme penegakan hukum yang efektif untuk melindungi hak-hak korban. Sistem peradilan diharapkan bertindak sesuai dengan aturan yang ada untuk memberikan keadilan kepada anak yang menjadi korban. Dalam kasus ini, pelaporan yang dilakukan oleh ibu korban kepada pihak kepolisian merupakan langkah yang sesuai dengan prosedur hukum yang ada, menunjukkan bagaimana hukum positif berfungsi dalam praktik.
Dari perspektif filsafat hukum positif, fokus utama adalah pada kepastian hukum dan penerapan aturan yang objektif. Hukum tidak melihat niat atau konteks sosial secara mendalam, tetapi lebih kepada apakah aturan telah dilanggar dan bagaimana pelanggaran tersebut harus ditindaklanjuti sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Dalam konteks hukum positif, ada beberapa mazhab atau aliran yang berpengaruh. Beberapa di antaranya adalah:
1. Legal Positivism (Positivisme Hukum):
   - John Austin: Menekankan hukum sebagai perintah dari penguasa yang berdaulat. Menurut Austin, hukum adalah aturan yang ditetapkan oleh manusia, dan harus ditaati karena berasal dari otoritas yang sah.
   - H.L.A. Hart:Menambahkan bahwa hukum bukan hanya sekadar perintah, tetapi juga sistem aturan yang terdiri dari "primary rules" (aturan perilaku) dan "secondary rules" (aturan tentang cara membuat, mengubah, dan menafsirkan aturan).
2. Hans Kelsen - Pure Theory of Law:
   - Kelsen berfokus pada hukum sebagai sistem normatif yang terpisah dari moralitas. Ia mengusulkan ide "Grundnorm" (norma dasar), yang merupakan dasar dari sistem hukum yang menentukan validitas norma lainnya.
3. Joseph Raz - Legal Positivism:
   - Raz menekankan otoritas hukum dan konsep bahwa hukum harus dipahami melalui institusi dan praktik yang ada, tanpa harus mengaitkannya dengan moralitas.


Argumen yang dapat saya sampaikan bahwa penerapan mazhab hukum positif dalam konteks hukum di Indonesia, terutama terkait pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, dapat diuraikan dengan beberapa argumen. Pertama, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menetapkan kerangka hukum yang jelas untuk menangani kasus pelecehan seksual. Hal ini mencerminkan prinsip hukum positif yang menekankan pentingnya adanya peraturan yang jelas dan dapat diprediksi, sehingga masyarakat dapat memahami dan mematuhi hukum yang berlaku.
Selanjutnya, hukum di Indonesia bersumber dari otoritas yang sah, yaitu lembaga legislatif. Proses formal dalam pembuatan undang-undang menunjukkan bahwa hukum merupakan perintah dari penguasa yang harus dipatuhi. Ini sejalan dengan pandangan hukum positif yang menekankan bahwa legitimasi hukum berasal dari otoritas resmi. Penegakan hukum yang objektif juga menjadi aspek penting, di mana penerapan sanksi pidana dalam undang-undang menunjukkan upaya untuk menegakkan hukum tanpa dipengaruhi oleh hubungan pribadi atau moralitas individu.
Kesimpulannya, penerapan hukum positif di Indonesia menekankan pentingnya aturan yang dibuat oleh otoritas sah serta penerapannya yang objektif untuk mencapai keadilan dan ketertiban sosial. Hal ini menunjukkan komitmen hukum Indonesia dalam melindungi hak-hak anak dan memastikan kepastian hukum, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak. Dengan fokus pada perlindungan hak anak, hukum positif berfungsi untuk mengatur dan melindungi masyarakat secara keseluruhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline