Lihat ke Halaman Asli

Aminah

Pelajar di SMAN 1 Kelumpang Hilir

Bagaimana Perilaku Manusia Terbentuk

Diperbarui: 29 September 2019   21:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Perilaku anak adalah cerminan perilaku orangtuanya"

Bagaimana pendapat kalian mengenai statement di atas? 

Setujukah bahwa perilaku anak difaktori oleh orangtuanya? 

Mari kita kembali mengamati! Pernahkah kalian melihat ada keluarga yang mana orangtuanya sangat dekat dengan agama tapi anaknya justru sering lalai dalam kasus ibadahnya? Atau pernah melihat seorang anak yang terlahir dari keluarga yang keras dan apatis tetapi anak tersebut justru memiliki hati yang lembut dan budiman? Atau mungkin sama-sama memiliki watak yang serupa dengan keluarganya?

Jika pernah, lantas apa yang sebenarnya terjadi pada anak tersebut? 

Bicara tentang anak, sama saja kita membicarakan diri kita sendiri. Sebab, awalnyapun kita juga seorang "Anak" yang kemudian tumbuh menjadi orangtua. Anak hidup dan berkembang dalam sebuah ruang lingkup keluarga. Semenjak dia dalam kandungan sampai dilahirkan, orangtualah yang menjadi penyuplai utama dalam pendidikan kognitif dan pengetahuannya. Jadi, dalam kasus ini orangtua menjadi peranan terpenting dan pertama yang menjadi cikal bakal terbentuknya perilaku anak. Maka, bukanlah hal aneh jika ada yang mengatakan bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

Lalu bagaimana dengan anak yang memiliki perilaku berlawanan dengan orangtuanya?

Seperti yang kita ketahui bersama, tidak selamanya anak-anak hidup dengan keberuntungan. Ada anak yang kehilangan Ayahnya sejak ia dalam kandungan atau bahkan kehilangan keduanya sedari ia kecil, tapi bukan itu yang akan kita bahas. Yang ingin saya katakan di sini adalah tentang anak yang tidak memiliki rasa harmonisasi dengan orangtuanya. 

Tidak bisa kita pungkiri, tentunya perselisihan antara anak dan orangtua bukan lagi menjadi hal asing. Ada banyak faktor yang memicu munculnya perselisihan tersebut, baik itu karena perbedaan sudut pandang, pendapat, atau bahkan pola asuh yang tidak sesuai. Sebab, seiring berjalannya waktu anak akan tumbuh menjadi dewasa dan kedewasaan itu ditandai dengan berkembangnya sistem kinerja otak. Anak yang semula tidak tahu apa-apa kini telah bisa membedakan dan menilai apa yang terjadi pada sekitarnya, perlahan-lahan diapun akan mulai memilih jalurnya sendiri. Jadi, orangtua tidak bisa memperlakukan anak mereka yang telah dewasa tadi sama persis seperti ia masih bayi.

Pola pikir yang berkembang inilah yang akan membawa anak ke dunia baru yang belum pernah diperkenalkan oleh orangtuanya, yaitu dunia luar_Pergaulan, sekolah, dan lingkungan. Berangkat dari sini, sikap anak mulai mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi karena faktor kenyamanan atau mungkin keinginan yang kemudian menjadi kebiasaan. Jika anak yang mulai dilepas ini tidak memiliki pembekalan yang cukup dari orangtuanya, maka bukan tidak mungkin dia akan terjerumus dalam arus dinamika pergaulan. 

Namun, ironinya banyak orangtua yang terlalu over dalam mendidik anak. Entah karena takut salah pergaulan atau mungkin tidak rela anak lebih percaya pada orang lain. Akan tetapi, tanpa disadari hal ini justru akan membuat anak tertekan dan cenderung akan melakukan kebohongan bahkan penyimpangan sebab merasa orangtuanya tidak percaya akan dirinya. Sikap over dan cenderung keras ini akan menghantarkan perasaan anak lebih nyaman bersama oranglain daripada dengan orangtuanya sendiri. Perlahan dia akan tertutup dan mengurangi interaksi dengan orangtuanya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline