Lihat ke Halaman Asli

Amir Mahmud

Blogger Lepas

Hati-hati Memilih Tempat Menabung

Diperbarui: 3 September 2017   14:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku tabungan saya dan saudara saudara saya yang merasa kecewa karena menabung di Bank non penjaminan LPS. Foto : Dokpri

Akhir 2015 yang lalu saya bergabung dalam sebuah arisan di salah satu Bank yang ada di kecamatan dekat saya tinggal. Iuran perbulanya sebesar Rp 250.000,- sebanyak 20 bulan. Seperti biasanya, setiap bulan pun saya rutin iuran. Di tengah perjalanan arisan, seorang teman sering bertanya kepada saya, "arisanya siapa yang dapat ya ? kenapa dari banyaknya anggota yang ikut, belum ada satupun yang dapat?"

Mendengar keluhan tersebut, saya jadi semakin khawatir. Sebenarnya ini arisan atau bagaimana ? kenapa belum ada yang dapat, padahal sudah mau selesai waktu arisanya ? Kekhawatiran saya pun semakin bertambah karena buku arisan yang harusnya di miliki setiap anggota tidak di kasihkan.

Karena selalu khawatir, akhirnya saya pun menanyakannya ke seorang tetangga yang kebetulan pegawai di Bank tersebut, yang sekaligus menarik uang arisan perbulan dari kami. Setelah di jelaskan, ternyata ini bukan arisan, melainkan menabung namun berkedok seperti arisan. Dengan begitu, orang jadi tertarik untuk ikut. Dari penjelasanya, kegelisahan saya mulai terjawab.

Kalau memang menabung ya bilangnya menabung saja, bukan arisan. Kita semua kan jadi selalu berharap bahwa nama kita keluar karena dapat arisan. Pikir saya dalam hati.

Saat arisan memasuki waktu 18 bulan, saya dan anggota lainya mengambilnya. Tidak sampai 20 bulan karena dana mau di pakai untuk lebaran di bulan ke 18 tersebut.  Total uang yang akan saya terima yaitu Rp 250.000,- x 18, jumlahnya Rp 4.500.000,-. Dan perasaan, saya setiap bulan selalu rutin iuran. Tapi ternyata ada kesalahan tekhnis, hingga akhirnya jumlah uang saya terpotong 1 bulan alias Rp 250.000,-. Dari Rp 4.500.000,- di kurangi Rp 250.000,- tersisa Rp 4.250.000,-. Lah, itu bagaimana ?

Kecewa sudah pasti, karena perasaan saya iuran rutin perbulan dan tak pernah telat. Entah karena saya memang kurang iuran 1 bulan, atau memang petugasnya salah tulis.

FYI : pencatatan arisan ini masih manual menggunakan tulisan tangan

Kekecewaan saya bertambah karena bukan hanya milik saya saja yang terpotong, tapi milik kakak dan adik saya yang juga ikut arisan pun demikian. Perasaan mereka semua sudah rutin iuran perbulan selama 18 bulan, namun ternyata oleh petugasnya terhitung 17 bulan. Entah siapa yang benar.

Selain saya dan 2 saudara saya, ternyata ada tetangga saya Mbak Ipah yang juga mengalaminya. Harusnya ia menerima uang arisan yang terkumpul selama 18 bulan, namun lagi lagi harus terpotong jadi 17 bulan.

Dan beruntungnya karena setelah debat, Mbak Ipah menang karena memiliki bukti bahwa ia sudah benar iuran sebanyak 18 bulan, dan uang pun tidak jadi di potong. Dari situ kelihatan bahwa petugasnya salah dalam menulis. Dan yang di rugikan adalah kita sebagai nasabah.

Sedangkan punya saya dan 2 saudara saya, di biarkan saja, entah siapa yang benar hanya Tuhan yang tahu. Namun intinya, kita semua yang pernah arisan yang berkedok menabung di Bank tersebut merasa kecewa dan tak mau lagi menabung di Bank tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline