Traveling Literasi (2) : Namanya Muhsin asal Kalidawer
MEMBACA bisa melahirkan inspirasi. Bahkan karena membaca, orang banyak menemukan semangat baru, gagasan baru dan ide ide baru. Membaca memang membuat orang terasa “selalu hidup baru”. Karena dalam teks teks yang dibaca mengandung pengalama,pengetahuan dan “pelajaran hidup” yang tidak perlu capai capai dicari, tapi sudah tersedia dalam teks teks nyata.
Tetapi membaca yang sesungguhnya, bukan hanya membaca buku. Membaca gelaja alam, membaca kehidupan orang, kehidupan sebuah peradaban, juga adalah bacaan nyata. Bangsa ini bisa iri melihat kedisiplinan orang Jepang saat antri beli ticket, di Bank, di Kereta atau dimana saja. Hal ini terjadi karena disiplin itu sudah menjadi karakter yang ditanamkan sejak dini. Kalau ditulis dalam buku, mungkin memerlukan beberapa judul. Tetapi dengan melihat teks kehidupan langsung, orang jadi memahami makna disiplin.
Kalau jam 02 00 dini hari, kita berkesempatan duduk di pasar tradisional. Kita akan menemukan bacaan menarik soal kerja keras, kesungguhan dan ketekunan. Puluhan bapak ibu mulia itu, memanggul sayur dan lauk pauk mentah untuk dijajakan di lapak lapak. Mereka mengasuh sepeda dengan peluh, mereka menahan kantuk demi sesuap nasi bagi keluarganya. Inilah bacaan nyata yang kalau ditulis dalam buku bisa beribu ribu halaman.
Membaca teks dan membaca kehidupan, adalah dua dimensi yang harus dialami oleh setiap generasi. Dan itulah yang banyak dilakukan sahabat-sahabat saya yang bergerak secara aktif di Taman taman Bacaan Masyarakat (TBM). Bahkan karena banyaknya kawan yang bergerak melakukan aktivitas literasi itu, mereka kemudian berkumpul di Forum Taman Bacaan Masyarakat, yang berada di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Mereka tidak hanya mengajak anak-anak, remaja dan para orangtua untuk membaca buku, tetapi juga membaca gelaja kehidupan lewat beragam acara : Diskusi, berdialog langsung dengan masyarakat, dan meminjam istilah sahabat saya Agus R Irkham, anak anak diajak“Mengalami Indonesia”.
Cakruk Dari Yogya
Diantara puluhan sahabat saya di TBM tersebut, Trabeling Literasi kali ini, saya ingin menulis sahabat saya namanya Muhsin. Karena asal Kalidawer Tulungagung, Jawa Timur. Kini namanya popular disebut Muhsin Kalida.Seorang penggerak literasi, dan dosen UIN Yogyakarta. Bahkan ustadz yang rajin hadiri majelis-majelis taklim.
Mushin, punya TBM Cakruk PIntar. Sebuah TBM yang menjadi “referensi” bagi banyak pengelola TBM dan perpustakaan daerah di wiayah DIY. Bukan karena bukunya yang banyak, namun aktvitasnya yang beragam. Muhsin “menghidupkan” TBM nya bukan hanya kegiatan membaca, tetapi diskusi,kajian, bahkan mahasiswa dan anak anak diajak untuk membedah kehidupan.
Sebagai Ketua Forum TBM DIY, Mushin bahkan menggerakan TBM di DIY dalam berbagai acara. Mulai pelatihan pengelola TBM,hingga ragam bimbingan teknis langsung. Bahkan gerakan terakhir, demi “kompromi” dengan Negara, Yogyakarta menjadi pelopor untuk membuat akte notaris secara serentak TBM yang ada di Yogykarta.
Kalau liburan Sabtu dan Minggu, Muhsin dengan mengajak istri dan anaknya, rajin mengunjungi TBM-TBM. Bahkan tidak hanya di DIY, kadang ke Jawa Timur dan Jawa Tengah.
“Saya bahagia kalau bertemu dan mengunjungi TBM-TBM. Kami bisa saling tukar pengalaman, saling berbagi energy dan yang penting, menjalin silaturahmi.”
Kalau ada tamu dari luar kota mau menemui Muhsin, atau berkunjung ke TBMnya, selalu ia “manfaatkan” untuk berbagi ilmu. Suatu hari, saat saya sedang di Yogyakarta dengan penyair Nasional D.Zawawi Imron , maka ia tangkap “peluang” itu dan ia undang mahasiswa, pelajar dan jaringan TBMnya untuk berkumpul di Cakruk Pintar.
Hanya dalam waktu 2 jam persiapan. Hampir 50 orang berkumpul. Kami pun diskusi dan saya berkesempatan menggali sosok D.Zawawi Imron, yang hanya lulusan SD ternyata bisa terbang keliling dunia karena literasi. Bahkan berkat puisinya Ibu, seorang Zawawi bisa diundang kemana mana. Diskusipun seru dan sebuah cermin indah yang dihadirkan Mushin untuk masyarakat yang malam itu hadir. Bahkan Mushin pernah mengumpulkan 150 pengelola TBM untuk mengikuti pelatihan MEP di UIN Yogyakarta, untuk memberi semangat dan menyamakan persepsi dalam membangun sebuah gerakan literasi.
Sosok seperti Muhsin pasti tidak berdiri sendiri. Apalagi di FTBM DIY ada bu Henny Wardatul Rohmah, sebagai Sekjen DIY, yang menjadikan FTBM DIY semakin dinamis. Suata saat saya akan menulis sendiri, sosok bu Heny dengan TBM Mata Aksara yang berkali kali mendapat penghargaan tingkat nasional.
Yang pasti, sosok Muhsin Kalida, Heny Mata Aksara, dan sosok sosok penggerak literasi di Yogyakarta, bagi saya adalah teks teks buku yang layak dibaca, diserap isinya, menjadi modal bagi siapa saja yang ingin bergerak ditempat lain.
Buku yang indah adalah buku yang memberi semangat baru bagi pembacanya.
Salam Literasi.
Rumah Belajar MEP Jombang, 25 Juni 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H