Sebuah artikel lawas di laman Mirror menceritakan kenapa hidup itu sesungguhnya berawal dari (usia) 50. Artikel lawas lain di Dailymail menggunakan ungkapan hidup memang bermula di usia 40 namun kebahagiaan dan kesenangan bermula di usia 50.
Bagaimana saya dan anda memaknai keduanya berpulang kepada kita masing-masing, bisa jadi karena faktor usia dan berapa banyak pengalaman yang telah kita reguk membuat kita memiliki persepsi sendiri tentang hal tersebut.
Yang saya lihat dari kedua artikel tersebut adalah bagaimana tonggak (benchmark) diletakkan dalam garis usia kita. Bahwa tonggak di usia 40 dan atau 50 memiliki perbedaan makna ketika ditarik ke belakang maupun saat diproyeksikan ke depan.
Dalam pengertian tonggak itulah saya menulis artikel ini.
Tonggak 50 yang saya maksudkan dalam benak saya adalah jumlah artikel yang telah saya muat dan tayang di Kompasiana.
Ya, dengan artikel yang baru 50, saya ternyata tidak terlalu produktif sebagaimana rekan-rekan lain yang dalam rentang keikutsertaan dalam komunitas menulis ini relatif sama namun mampu menulis lebih banyak. Apalagi kalau disiplin yang menjadi ukuran, sungguh saya merasa belum mampu untuk mengikuti ritme demikian.
Akhirnya saya kembali kepada tujuan menulis saya sendiri yaitu untuk menuangkan apa yang memang ada dalam benak, menggeliat dalam pikiran butuh wadah untuk merangkainya.
Memang apa yang ada dalam pikiran bisa saja dipengaruhi oleh sesuatu yang datang dari luar, misalnya even yang diselenggarakan oleh Kompasiana, atau tema tertentu yang disodorkan oleh editor.
Saya pernah mencoba untuk menjawab sodoran tema tersebut, namun ternyata harus saya akui lebih banyak saya mengalami kekurangan "amunisi" atau keduluan baik di dalam Kompasiana sendiri maupun di media lain di luar.
Malu dong kalau dicap plagiat oleh editor atau pembaca, he he.