A. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan secara terpadu dimulai sejak tahun 1978, yaitu sejak dikeluarkannya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1979 tentang REPELITA III. Sejak saat itu kesehatan menenpati posisi tersendiri dalam pembangunan nasional secara keseluruhan.
Berdasarkan kebijakan yang tertuang dalam GBHN tersebut, maka disusunlah Sistem Kesehatan Nasional, yang kemudian diberlakukan dengan diterbitkannya Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 99a./Menkes/sk/1982 pada tanggal 2 Maret 1982. Sistem Kesehatan Nasional merupakan suatu tatanan yang mencerminkan upaya dari bangsa Indonesia dalam meningkatkan kemampuan derajat kesehatan yang optimal. Isi dari Sistem Kesehatan Nasional memberikan gambaran sekaligus fungsi sebagai pedoman penyelenggaraan pembangunan di bidang kesehatan, yang kemudian dipositifkan menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Yang kemudian undang-undang tersebut menjadi acuan dalam perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan dalam memberikan layanan kesehatan kepada pasien khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Penyelenggaraan pembangunan di bidang kesehatan meliputi upaya kesehatan dan sumberdaya kesehatan. Upaya kesehatan pada mulanya menitikberatkan pada upaya penyembuhan penderita yang kemudian secara berangsur-angsur berkembang sehingga upaya kesehatan tersebut bercirikan keterpaduan yang menyeluruh, menyangkut upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhsn penyakit (curatif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Konsekuensi Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 disebutkan bahwa setiap potensi yang dapat dimanfaatkan dalam upaya pelayanan kesehatan menempati peran yang setara, baik tenaga, sarana, dan prasarana bahkan pengguna jasa layanan kesehatan dan masyarakat pada umumnya menegemban kewajiban yang sama besar untuk mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.
Dalam Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 diatur hal-hal pokok diantaranya adalah pelayanan medik oleh dokter yang berorientasi pada kesembuhan (curatif). Orientasi penyenbuhan penyakit dalam kebijakan pembangunan kesehatan pada dasarnya menjadi pilihan terakhir, karena secara ekonomis upaya ini membutuhkan biaya, tenaga, dan upaya yang jauh lebih besar. Sementara sebagai sebuah upaya, hasilnya belum atau tidak dapat dipastikan karena setiap upaya kesehatan mengandung potensi kegagalan yang berupa gagal sembuh, cacat, atau meninggal.
Keberhasilan upaya kesehatan tergantung pada ketersediaan sumber daya kesehatan yang berupa tenaga, sarana, dan prasarana dalam jumlah dan mutu yang memadai. Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Pelayanan kesehatan sebagai kegiatan utama rumah sakit menempatkan dokter dan perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling dekat hubungannya dengan pasien dalam penanganan penyakit. Terdapat beberapa hubungan dalam upaya pelayanan kesehatan tersebut, yaitu hubungan antara rumah sakit dan dokter; perawat dengan pasien; hubungan antara dokter dengan perawat dan pasien; dan hubungan antara perawat dengan pasien.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perwat juga memiliki peranan yang penting dalam hubungan pasien dan perawat. Perawat sebagai salah satu tenaga medis yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum yang tugas utamanya adalah memberikan asuhan atau pelayanan keperawatan sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimilikinya. Pelayanan keperawatan tersebut diberikan secara langsung maupun tidak langsung, melalui kegiatan penyuluhan dan pendidikan oleh perawat dalam institusi sarana kesehatan.
Seorang perawat dalam menjalankan tugasnya memiliki tiga fungsi yaitu fungsi independen, fungsi interdependen, fungsi dependen. Fungsi independen adalah fungsi dimana tindakan dari seorang perawat tersebut tidak memerlukan perintah dari dokter. Dalam hal ini seorang perawat bertindak mandiri berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dimilikinya. Fungsi interdependen adalah fungsi tindakan perawat yang berdasarkan pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan. Fungsi dependen adalah fungsi perawat bertindak sebagai pembantu dokter dalam memberikan pelayanan medik.
Jika kita membicarakan tugas dan fungsi dari perawat maka kita tidak akan lepas untuk membicarakan peranan perawat dalam pelayanan kesehatan. Pertama peran perawat adalah sebagai pelaksana, dalam menjalankan tugasnya sebagi pelaksana perawat menggunakan metode-metode untuk membantu mengatasi masalah yang dihadapi pasiennya. Kedua peran perawat adalah sebagai pendidik, yang memberikan penyuluhan kepada klien atau pasien yang berada dibawah tanggung jawabnya. Ketiga peran perawat adalah sebagai pengelola, dengan jabatan struktural yang dimiliki guna memantau dan menjamin kualitas asuhan keperawatan. Keempat adalah sebagai peneliti, dalam upayanya untuk mengembangkan body of knowledge keperawatan maka perawat harus memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian dibidangnya.
Dari keempat peran tersebut hal terpenting yang terkait dengan hak pasien adalah peran perawat dalam Undang-Undang Kesehatan jo Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996 bahwa tenaga kesehatan yang langsung berhubungan dengan pasien wajib menghormati hak-hak pasien dan perawat masuk dalam tenaga kesehatan. Seperti yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan Pasal 2 menyebutkan bahwa tenaga kesehatan meliputi:
- tenaga medis
- tenaga keperawatan
- tenaga kefarmasian
- tenaga kesehatan masyarakat
- tenaga gizi
- tenaga keterapian fisik
- tenaga keteknisan medis.
Dengan demikian terlihat bahwa tenaga perawat merupakan bagian dari tenaga kesehatan yang juga memiliki hak dan kewajiban yang diatur dalam peraturan pemerintah tersebut. Dalam kaitannya dengan pasien, Undang-Undang Kesehatan (Pasal 53 ayat 2) jo Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996 (Pasal 22 ayat 1 huruf a) menyebutkan bahwa tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien wajib menghormati hak-hak pasien. Dengan demikian perawat sebagai tenaga kesehatan yang langsung berhubungan dengan pasien wajib menghormati hak-hak pasien dan sudah selayaknya perawat memiliki rambu-rambu hukum dalam melaksanakan tugasnya agar tidak terjadi pelanggaran hak-hak pasien oleh perawat.