Sumber gambar: pinksunies.wordpress.com
Pagi-pagi ini menjelang berangkat kerja saya sempatkan menulis di Kompasiana, saya ingin update perasaan saya scara faktual dan jelas. Setelah menulis artikel yang sedikit naif, mungkin. Silahkan lihat Jakarta We Love You. Saya akan menulis sedikit kritis dan rada curcol juga... Saya berdomisili di wilayah Cengkareng, setiap pagi sekitar jam 7an saya akan melaju dengan si kuda besi ke bilangan Jakarta Timur (dekat Cipinang Penjara, Jl.Cipinang Muara Raya tepatnya), saya berusaha berangkat dengan semangat dan optimisme selama diperjalanan. Jujur setiap hari ini saya lakukan (Senin-Jum'at). Jujur, dibanding tekanan kerja di kantor, saya anggap tekanan batin selama berangkat-pulang kantor lebih berat dan meletihkan. Karena selama perjalanan dari rumah ke kantor banyak menghadapi berbagai 'masalah' yang saya lihat dengan penuh kesedihan tentunya. Berikut saya list beberapa hal yang selalu saya temui setiap hari:
Kemacetan yang luar biasa hampir di beberapa sudut jalanan, sehingga setiap ada seorang kawan berbasa-basi bertanya "Bagaimana jalan, macet ya?" ... selalu aku tidak mau menjawabnya, paling-paling dengan rada gondok saya bilang "Mana ada Jakarta tidak Macet" Kesemerawutan yang sulit dikendalikan, saya selalu berusaha menjadi pengguna jalan yang mencoba tertib berlalu lintas, namun usaha saya ternyata hanya menjadi buih di lautan berbagai macam pelanggaran sehingga salah satu faktor utama kemacetan adalah tidak bisa diaturnya pengguna jalan sehingga semakin sulit diatasi. Kesabaran yang menghilang, saat berangkat kerja/ beraktivitas setiap kita pasti ingin segera tiba di lokasi yang dituju pada waktu yang ditentukan. Hal ini yang terkadang membuat kita saling kebut-kebutan tanpa mempedulikan keselamatan orang lain, di tambah sikap saling emosi apabila ada sedikit gesekan menambah tensi darah yang 'mendidih' sehingga sering saya temui karena sedikit masalah menjadi masalah besar, itulah kehidupan jalanan ibukota. Hilangnya keceriaan ibukota, saya terkadang enggan bertatap muka dengan beberapa pengguna jalan. Karena wajah mereka di dominasi dengan 'muka jengkel' , ingin bersikap baik takutnya malah salah terima sehingga saling 'melotot'. Lucu memang, banyak energi dan emosi kita tumpah ruahkan di jalanan, sehingga saat tiba di kantor selalu saja obrolan pembuka terkait berbagai masalah di jalanan. Dan saya tipikal orang yang sangat jarang membahas hal tersebut karena akan menyedot energi kita sangat besar. Pelanggaran atau kebiasaan, saya terkadang menjadi bingung. Apakah pelanggaran di jalanan akan selalu di tindak aparat??? Coba kita lihat, aparat melakukan tindakan dan pelanggaran terus dilakukan, sepertinya antara tindakan dan pelanggaran tidak saling bertemu. Seperti lingkaran setan yang tak berujung. Perilaku: melawan arus, kebut-kebutan, parkir sembarangan, menyeberang sembarangan, melaju di trotoar, berdagang di trotoar/ jalanan dllll. Sepertinya akan terus saya temui dan kapan ini semua akan berakhir? Adalah pertanyaan saya yang 'galau' setiap hari.
Itu adalah beberapa point yang coba saya tulis diantara waktu yang semakin sempit karena saya harus segera berangkat kerja dan ... Arrrggggghhhh Bismillah InsyaAllah, tulisan mendatang adalah solusi menghadapi hal-hal di atas....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H