Lihat ke Halaman Asli

My Story of Being a "Mahasiswa"

Diperbarui: 5 Juli 2021   15:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Kicauan burung dengan suara merdu sambil menari menikmati pagi, seaakan sedang bernostalgia untuk menyambut hangatnya sang surya, suaranya menyapa, memberikan semangat tersendiri bagi jiwa-jiwa yang nyaman akan keindahan alam nusantara ini dan segala panorama yang ada, dimana kaki berpijak di bumi dengan segala isinya.

Sebelum tapak kakiku menyentuh tanah di kota pelajar, dulu dan sampai saat ini masih terngiang dan melekat sekelumit pesan yang orang tua titipkan kepadaku, "belajarlah dengan niat belajar", ucapan ini persis yang telah di sampaikan pula oleh aktifis sejati baginda Rasul "utlubul ilma minal mahdi ilal lahdi". 

Maka sampai detik ini pun aku memulai hari dengan niat sungguh belajar. Sadar atau pun tidak sadar, saat ini aku adalah mahasiswa, dimana Orientasi seorang Mahasiswa itu,? Aku sendiri yang akan mencari dan menemukannya, walau berada dalam keadaan lingkungan bebas, tak lupa juga aku memikul tanggung jawab terhadap diri sendiri, orang tua, sosial dan yang paling besar adalah tanggung jawab terhadap Pemilik diri. Karena orang tua hanyalah tau dan bangga akan anaknya sebagai mahasiswa.

Semakin hari aku semakin keras dalam berpikir untuk menemukan jati diri, hingga suatu ketika di sudut perpustakaan ketika saat itu sedang membaca buku, aku menemukan sebuah kalimat yang sangat berpengaruh dari seorang tokoh ternama Rene Discrate . Kata-kata itu bertuliskan "aku berpikir, maka aku ada", yang esensinya perlu di olah dalam diri pribadiku, aku tau bahwa aku mahasiswa tapi tidak semudah ini menurutku menjadi seorang mahasiswa, dimana-mana mahasiswa adalah pelajar di perguruan tinggi dan mendapat gelar S1 kala selesai, namun dibalik ini semua ada hal yang lebih besar yang perlu di pertanggung jawabkan terhadap lingkungan sosial dan khususnya diri sendiri.  Inilah sirkulasi kehidupan yang memang penuh akan perjuangan.

Seketika itu pikiranku terbuka dan aku mulai sadar bahwa ternyata hidup tidak hanya di hadapkan kepada individu saja, artinya hakikat hidup tidak bisa lepas dari Tuhan dan sosial, andaikan setiap insan itu ingat akan diri sendiri, keluarga, maupun kepada Pemilik hidup maka alangkah tentram hidup ini dengan warna-warni kehidupan yang di dambakan oleh seluruh manusia yang berinjak di bumi ini.

Bojonegoro, 5 Juli 2021

Aminatus Zuhriyah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline