stilah Mu'tazilah berasal dari kata i'tizal yang bearti memisahkan diri, asl usulnya nama ini diberikan oleh orang dari luar yang namanya, Washil bin Atha'karna tidak sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan al-Bashri kemudian disetujui oleh pengikut Mu'tazilah dan digunakan sebagai nama dari bagi aliran teologi mereka. Sejarah munculnya aliran mu'tazilah oleh para kelompok pemuja dan aliran mu'tazilah tersebut muncul di kota Bashrah (Iraq) abad 2 Hijriyah, tahun 105 -- 110 H, masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha' AlMakhzumi Al-Ghozzal ini adalah,. Jika Tuhan dikatakan Maha Mengetahui maka itu bukan sifat-Nya tapi Dzat-Nya.
Mu'tazilah juga meyakini bahwa al-Quran adalah mahluk. 2) Al'Adl (Keadlilan Tuhan) Paham keadilan yang dikehendaki Mu'tazilah adalah bahwa Allah Swt. tidak menghendaki keburukan, tidak menciptakan perbuatan manusia dan manusia dapat mengerjakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-laranganNya dengan qudrah (kekuasaan) yang ditetapkan Allah Swt. pada diri manusia itu. Allah tidak memerintahkan sesuatu kecuali menurut apa yang dikehendakiNya. Ia hanya menguasai kebaikan-kebaikan yang diperintahkan-Nya dan tidak tahu menahu (bebas) dari keburukan-keburukan yang dilarang-Nya.
Dengan pemahaman demikian, maka tidaklah adil bagi Allah Swt. seandainya Ia menyiksa manusia karena perbuatan dosanya, sementara perbuatan dosanya itu dilakukan karena diperintah Tuhan. Tuhan dikatakan adil jika menghukum orang yang berbuat buruk atas kemauannya sendiri. 3) Al-Wa'd wa al-Wa'id (Janji dan Ancaman) Al-wa'du wa al-wa'd (janji dan ancaman), bahwa wajib bagi Allah Swt. untuk memenuhi janji-Nya (al-wa'd) bagi pelaku kebaikan agar dimasukkan ke dalam surga, dan melaksanakan ancaman-Nya (al-wa'd) bagi pelaku dosa besar (walaupun di bawah syirik) agar dimasukkan ke dalam neraka, kekal abadi di dalamnya, dan tidak boleh bagi Allah Swt. untuk menyelisihinya. Karena inilah mereka disebut dengan Wa'idiyyah. 4) Al-Manzilah bain al-Manzilatain (Posisi diantara dua tempat). Adalah suatu tempat antara surga dan neraka sebagai konsekwensi dari pemahaman yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah fasiq, tidak dikatakan beriman dan tidak pula dikatakan kafir, dia tidak berhak dihukumkan mukmin dan tidak pula dihukumkan Kafir. 5) Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar. Pengaruh Aliran Mu'tazilah Terhadap Dunia Islam 1. Penyusunan Buku-buku Ilmiah. Aktivitas penyusunan buku ini, sebagaimana diutarakan oleh Syalabi berjalan melalui tiga fase. Fase pertama adalah pencatatan pemikiran atau hadis atau hal-hal lain pada kertas kemudian dirangkap. Fase kedua pembukuan pemikiran-pemikiran atau hadis-hadis Rasulullah dalam satu buku, misalnya menghimpun hukum-hukum fikih dalam buku tertentu dan sejarah dalam buku tertentu pula. Fase ketiga adalah penyusunan dan pengaturan kembali buku yang telah ada ke dalam pasal-pasal dan bab-bab tertentu Penyusunan buku-buku ini berlangsung pada masa dinasti Abbasiyah I (132- 232 H). Pada masa sebelumnya, ulama-ulama mentransfer ilmu mereka hanya melalui hafalan atau lembaran-lembaran yang tidak teratur. Pada tahun 143 H, barulah mereka menyusun hadis, fikih, tafsir dan banyak buku dari berbagai bahasa yang meliputi segala bidang ilmu yang telah berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dalam bentuk buku yang tersusun secara sistematis. 2. Penerjemahan Penerjemahan merupakan aktivitas yang paling besar peranannya dalam mentransfer ilmu pengetahuan yang berasal dari buku-buku bahasa asing, seperti bahasa Sansekerta, Suryani atau Yunani ke dalam bahasa Arab. Pada dasarnya, penerjemahan dari bahasa asing ke bahasa Arab telah dilakukan sejak masa Muawiyah, seperti yang dilakukan oleh Khalid bin Yazid yang memerintahkan sekelompok orang yang tinggal di Mesir untuk menerjemahkan buku-buku tentang kedokteran, falaq dan kimia yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Demikian juga khalifah Umar bin Abd al-Aziz menyuruh menerjemahkan buku-buku kedokteran ke dalam bahasa Arab. Namun, penerjemahan ini menurut Daudy pada umumnya hanya dilakukan orang-orang yang berkepentingan serta dilakukan terhadap buku-buku yang ada kaitannya langsung dengan kehidupan praktis] Setelah kekuasaan berpindah ke tangan khalifah Abbasiyah, aktivitas penerjemahan semakin berkembang dengan pesat. Rasionalisme filosofis cenderung hanya bersandar pada nalar, sedangkan rasionalisme sekular disamping menerima nalar pun lebih cenderung bersandar pada pengalaman inderawi dengan menolak otoritas, intuisi, wahyu dan agama sebagai sumber ilmu yang benar. Sekiranya pun rasionalisme menerima otoritas dan intuisi sebagai sumber ilmu maka mereka tetap mereduksinya kepada nalar. Pada hal jika kita menerima bahwa pada tingkat kesadaran manusia normal saja nalar dan inderawi memiliki tingkat-tingkat yang batasnya dapat dikenali, maka tidak berdasarlah jika menganggap bahwa tidak ada tingkat-tingkat pengalaman dan kesadaran manusia yang tertinggi, yang melampaui batas-batas akal dan pengalaman normal (tingkatan kognisi intelektual dan rohaniah), yang batasbatasnya hanya diketahui oleh Tuhan Dari segi lain, kebebasan berpikir dianggap sebagai suatu nilai mutlak. Ini merupakan logika yang keliru sekaligus sebagai "kado" kultur masa lalu yang berakar dalam masyarakat.[20] Sehingga indera atau persepi dan al-Quran serta sunnah ternegasikan sebagai sumber yang dapat membangun tingkat-tingkat kognisi intelektual dan ruhaniah yang lebih tinggi dan di atas pengalaman transendental yang tidak dapat disempitkan hanya pada tingkat akal dan pengalaman biasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H