Rasanya pas menonton drama keluarga menjelang akhir tahun, dan Chand Parwez paham betul waktunya. Bidadari-Bidadari Surga, sebuah film karya Chand Parwez yang diadaptasi dari novel Tere Liye, adalah sebuah perjalanan menarik dan emosional yang dengan sempurna menangkap keindahan dan kompleksitas cerita aslinya. Chand Parwez telah mengarahkan film ini dengan hati-hati, dan ceritanya menghidupkan karakter serta tema yang membuat novel ini begitu populer. Film ini mengikuti perjalanan seorang gadis muda yang menghadapi tantangan besar dalam hidup. Gambar-gambar menakjubkan membawa pemirsa ke dunia yang penuh warna dan emosional. Lokasi yang cerdas dan pengambilan gambar memberikan dimensi visual pada cerita dan menciptakan suasana yang sepadan dengan intensitas emosionalnya.
Para pemeran film ini berhasil menghidupkan karakter-karakter dari novel Tere Liye dengan baik. Mereka berhasil menangkap nuansa emosional dan kompleksitas yang akan menghubungkan penonton dengan cerita ini. Setiap adegan ditonjolkan oleh penampilan kuat yang mengambil karakter dari halaman novel dan menghidupkannya di layar. Yang luar biasa dari adaptasi ini adalah kesetiaannya pada inti dan pesan novel. Plot yang dikembangkan dengan baik dan dialog yang setia menjadikan film ini pengalaman otentik bagi para penggemar novel. Dengan demikian, film ini mampu tetap mempertahankan makna dan kekuatan cerita yang membuat novel tersebut begitu berkesan.
Selanjutnya musik yang dihadirkan dalam film ini menambah lapisan emosional ekstra. Musik yang disusun dengan cermat menambahkan sentuhan sempurna pada setiap momen penting, memperdalam emosi dan meningkatkan daya tarik dramatis film tersebut. Mengadaptasi novel ke format film memerlukan beberapa penyesuaian dan pemotongan, namun sutradara menangani tantangan tersebut dengan bijak tanpa mengorbankan isi cerita. Hal ini memastikan bahwa esensi dan pesona Malaikat Surgawi tetap dipertahankan bahkan dalam format layar lebar. Dengan citra visual yang kuat, penampilan luar biasa, dan musik yang menghantui, film ini berhasil menciptakan pengalaman yang imersif dan emosional. Bagi penggemar novel dan film, Malaikat Surgawi adalah sebuah perjalanan yang layak untuk dikejar
Proses editing film Bidadari-Bidadari Surga hanya memakan waktu tiga hari, namun 'Bidadari Bidadari Surga' mampu menyampaikan pesan kepada seluruh keluarga bahwa keluarga adalah segalanya. Berdasarkan novel laris Tere Liye, Bidadari Bidadari Surga merupakan kisah kejujuran dan integritas Raisa dalam merawat ibu dan adik-adiknya meski "berbeda". Laisa merupakan anak tertua di keluarga ibunya Rainuri (Henidal Amro). Laisa berbeda dengan keempat adiknya. Ia memiliki kulit gelap, rambut keriting, dan perawakan pendek, sedangkan adiknya tinggi, berkulit putih, dan berambut lurus. Raisa menjadi pencari nafkah keluarga setelah ayahnya dibunuh harimau. Ia juga bertanggung jawab membesarkan adik-adiknya hingga mereka dewasa dan menikah.
Bagi Raisa, tidak ada yang lebih penting selain kebahagiaan keluarga. Ia tidak pernah memikirkan pernikahannya karena Dalimunte, Wibisana, Ikanuri dan Yacinta. Laisa tidak hanya berbeda, tapi keseluruhan filmnya juga berbeda. Pasalnya sutradara menggunakan animasi berdurasi 10 menit dari tim animasi Baros sebagai pembukanya. Animasi ini merupakan hidangan pembuka yang baik bagi pemirsa, karena adegan emosional secara bertahap ditampilkan kepada pemirsa. Bahkan Nirina Zubir yang berperan sebagai Raisa tak kuasa menahan tangisnya.
Dalimunte adalah seorang adik laki-laki baik yang sangat antusias membantu Mamak Lainuri, dan Laisa dalam bekerja di ladang. Dali juga rajin berdoa dengan sungguh-sungguh di Surau (musala/masjid, dll). Ia tergolong anak yang cerdas dan sangat kreatif, bahkan suka membuat mainan untuk dirinya sendiri, dan terkadang untuk adik-adiknya. Dalimunte juga merupakan sosok anak yang cerdas. Ia membuat kincir air agar air sungai dapat mengairi ladang seluruh warga di lembah.
Ikanuri dan Wibisana merupakan adik ketiga dan keempat Laisa. Meski terpaut usia satu tahun, namun mereka terlihat sangat mirip. Mereka memiliki bentuk wajah dan kepribadian yang hampir sama. Tentu saja berbeda jauh dengan Dalimunte. Mereka tidak pekerja keras seperti Dali atau Laisa. Mereka lebih memilih bermain daripada belajar, daripada membantu Mamak Lainuri dan Laisa dalam bekerja di ladang.
Mereka bahkan ketahuan membolos sekolah dan bekerja di kecamatan untuk mencari uang. Laisa yang mengetahui hal ini pun memarahi mereka hingga akhirnya mereka kembali ke rumah. Laisa ingin adik-adiknya rajin belajar agar bisa menjadi orang sukses di masa depan. Hampir setiap hari Laisa menegur mereka karena selalu membuat onar, namun walaupun mereka anak-anak nakal, mereka tetap mengetahui usaha Mamak Lainuri dan Laisa yang rela bekerja keras demi sekolah mereka.
Yasinta adalah adik bungsu Laisa yang sangat baik dan penurut. Suatu hari, Laisa bercerita kepada Yasinta tentang seekor bayi berang-berang yang sangat lucu, dan pada akhirnya, Yasinta segera memohon kepada Laisa untuk ikut bersamanya ke sungai melihat bayi berang-berang yang lucu itu di bendungan. Yasinta adalah gadis cantik dan cerdas yang sepertinya mewarisi bakat Darimunte. Ia juga mewarisi bakat Laisa dalam hal etos kerja.
Waktu terus berputar seperti roda. Kini ladang mereka yang berada di lembah penuh dengan buah stroberi. Penduduk lembah memutuskan untuk mengikuti jejak Laisa dan menanam stroberi dibandingkan menanam padi dan jagung yang kurang menguntungkan. Saat ini, lembah mereka sedang mengalami pembangunan ekonomi. Laisa menjadi orang yang disegani oleh penduduk di lembah itu. Saat ini, Laisa sudah berusia di atas 35 tahun. Darimunte menjadi orang yang sukses. Ia mendapat beasiswa di luar negeri dan saat ini bekerja di laboratorium penelitian dengan gelar profesor. Sementara Ikanuri dan Wibisana juga sukses. Mereka berhasil membuka bengkel besar di daerah tersebut dan juga memiliki seorang wanita cantik dan baik hati seperti istri Dalimunte. Yasinta kecil dulunya adalah seorang anak yang baik hati, namun sekarang dia adalah seorang gadis dewasa yang cantik dan sangat cerdas. Saat ini Yasinta sedang belajar di luar negeri dan menerima beasiswa di bidang ilmu alam. Ketertarikannya pada alam bermula saat ia melihat bayi berang-berang lucu bersama adiknya Laisa.
Film karya Produser Chand Parwez Selvia bukanlah film sinetron. Meski sarat adegan yang menguras air mata, ``Surga Bidadari Bidadari'' terasa eksklusif. Adegan di mana Raisa ``menangis sendirian'' tanpa disadari oleh saudara-saudaranya yang lain menimbulkan konflik dan simpati bagi penonton. Banyak pula emosi yang muncul dari kegigihan Raisa dalam menyelesaikan masalah keluarga. Yang menarik pula dalam film ini adalah sudut pandang unik dari perkebunan stroberi "Roseberry", kiprah Jacinta (Nadine Chandrawinata) sebagai pemerhati satwa liar, serta kisah keluarga Rainuli setelah sukses bertani dan mengajar, yang merupakan gambaran kesederhanaan. Dari keempat adik Raisa.