Oleh : Amilatun Najikha ( 1706026026 )
Email : najikhaamilatun@gmail.com
Perempuan di zaman dahulu dianggap sebagai orang yang lemah karena hanya mampu menyelesaikan pekerjaan domestiknya sebagai ibu rumah tangga seperti memasak, mencuci, menyetrika, menjaga kebersihan, kerapian rumah, membimbing belajar anak-anak dan sebagainya. Pekerjaan domestik yang berat tersebut dilakukan bersama-sama dengan fungsi reproduksi, haid, hamil, melahirkan, dan menyusui.
Ada pula perempuan yang melanjutkan untuk bekerja namun tidak boleh jauh dari orangtuanya, karena perempuan dianggap lemah lembut baik secara fisik maupun psikis, dikhawatirkan tidak mampu menjaga dirinya dengan baik.
Anggapan tersebut kemudian diwariskan secara turun-temurun pada anak cucu. Hingga hal tersebut memberikan pelabelan dan perlakuan khusus bagi perempuan, yang biasanya lebih banyak membatasi dan merugikan perempuan. Citra perempuan dengan berbagai aspek negatifnya yang akhirnya mendarah daging
Namun seiring perkembangan teknologi dan zaman modernisasi, hingga menyebabkan peningkatan kesadaran akan pentingnya pendidikan di kalangan perempuan membawa adanya perubahan posisi pada perempuan.
Pendidikan yang diperoleh perempuan akan membawa dirinya sejajar dengan kaum laki-laki, sehingga tidak heran jika saat ini pendidikan untuk perempuan juga sangat dianjurkan karena dapat menjadikan perubahan peran perempuan dalam ranah pembangunan nasional.
Hal tersebut terbukti bahwa saat ini memang banyak perempuan yang bekerja seperti menjadi Bidan, Polisi, Dokter, Atlit dan sebagainya, kemampuan perempuan juga bisa diseimbangkan dangan laki-laki tergantung dari sikap kritis dan aktifnya perempuan tersebut dalam menggali potensi dirinya. Pendidikan yang semakin tinggi, maka kualitas perempuan tersebut semakin dihargai oleh kalangan masyarakat luas.
Ketidakadilan gender yang dialami oleh kaum perempuan bersumber pada keyakinan gender masyarakat yang menempatkan posisi perempuan berada dibawah laki-laki. Masalah gender seperti ini sudah ada sejak zaman dahulu karena budaya yang mengakar di kalangan masyarakat luas terutama pedesaan menganggap bahwa perempuan hanya dapat melakukan sesuatu yang ada didalam rumah, ini menjadi kebiasaan turun temurun yang sulit di hilangkan.
Banyak yang menganggap diskriminasi gender seperti ini adalah hal yang biasa, sehingga kebanyakan mereka tidak merasa di diskriminasi dan menganggapnya sebagai kodrat perempuan. Hubungan yang sub-ordinasi tersebut hampir dialami oleh semua perempuan di Indonesia karena adanya pengaruh dari ideologi patriarki yang berkembang di Indonesia, selalu menempatkan kekuasaan dan tanggungjawab sepenuhnya berada di tanggan laki-laki dan menempatkan perempuan ada di posisi paling bawah.