Lihat ke Halaman Asli

Amilatun Najikha

Mahasiswi Fisip di UIN Walisongo Semarang

Etika Berbahasa Tidak Sopan Menyebabkan Timbulnya Kekerasan terhadap Guru

Diperbarui: 19 Juni 2019   22:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bahasa merupakan kunci untuk mengungkapkan ide dan gagasan, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa juga merupakan alat komunikasi yang dipengaruhi oleh faktor sosial dan faktor budaya. Faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa adalah status sosial, jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, dan sebagainya. Faktor budaya berkaitan dengan nilai-nilai yang ditanamkan oleh nenek moyang suatu daerah. 

Budaya adalah hasil pemikiran manusia, dengan kata lain hasil kerja sama antara akal dengan kekuatan manusia. Budaya dalam suatu masyarakat merupakan segala seuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota suatu masyarakat sehingga budaya bukan hanya hasil akumulasi kebiasaan namun juga merupakan suatu sistem yang terorganisasi (Nursyahidah, 2017).

Bahasa dan budaya merupakan dua istilah yang tidak bisa dipisahkan. Bahasa dan budaya berkaitan dengan cara berpikir, cara beperilaku, dan pengaruh perilaku orang lain. Bahasa dan budaya mencerminkan penuturnya. Etika berbahasa dan budaya penutur bahasa memliki ciri yang khas, terdapat beberapa tingkatan bahasa yang digunakan ketika berinteraksi dengan teman sebaya, orang yang lebih muda, atau orang yang lebih tua. Perilaku berbahasa dibedakan menjadi perilaku yang sopan dan tidak sopan, jika perilaku sopan dipandang sebagai perilaku yang baik karena mencerminkan nilai dan budi pekerti yang baik sesuai aturan yang ada, sedangkan perilaku tidak sopan dipandang sebagai perilaku yang buruk karena bertentangan dengan tata krama yang ada.

Kehidupan di zaman sekarang ini yang berkaitan dengan bahasa dan budaya terjadi dalam kehidupan pendidikan. Terutama dalam lingkup sekolah yang mempunyai dasar sebagai wadah pembelajaran siswa siswi dalam beretika yang baik saat berbahasa, bertindak, maupun bertingkah laku dengan oranglain di sekitarnya, sehingga terjalin interaksi yang baik antar masyarakat, adapun hubungan guru dengan siswa sebenarnya tidak hanya terjadi saat mengerjakan tugas atau selama berlangsungnya pemberian materi yang disampaikan dikelas, guru juga sebagai figur yang mempunyai andil dalam pembentukan pendidikan karakter murid kedepannya. Meskipun seorang guru sudah tidak mengajar kita dan selesai masa menjalankan tugasnya (purna bhakti), namun hubungan guru dengan siswanya yang sudah menjadi alumni harus tetap terjaga dengan baik, karena ilmu yang telah disampaikan untuk kita akan tetap terus mengalir sehingga dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai contoh di dalam kelas terdapat murid yang berperan sebagai orang yang lebih muda dan guru yang berperan sebagai orang yang lebih tua. Sang guru mengajar dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh para muridnya. Begitu juga dengan murid diharuskan beretika sopan dengan menggunakan bahasa yang sopan dan perilaku yang santun agar tercipta lingkungan yang nyaman dan kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik. Guru yang dahulu biasanya sangat disegani oleh muridnya, sangat dihormati, dan dianggap sebagai figur yang baik dalam membentuk pola kepribadian seseorang, setelah mengalami perubahan sosial yang sangat modernisme, kini hal tersebut justru berbalik, guru menjadi tertindas oleh perilaku muridnya.

Beretika bahasa yang baik di dalam kelas antara guru dan murid sangat krusial dan dibutuhkan. Karena di zaman sekarang ini kebanyakan murid meremehkan guru nya bahkan tidak menghormatinya, murid yang seringkali tidak menghargai ilmu yang sudah diberikan oleh gurunya merupakan murid yang tidak dapat beretika sosial dengan baik terhadap orang yang lebih tua darinya. Bahasa dan Sopan santun menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Sifat atau watak pribadi seseorang dapat dilihat dari perkataan yang ia ucapkan maupun penampilan diri. Penggunaan bahasa yang lemah lembut, sopan santun, sistematis, baku, jelas, teratur, lugas mencerminkan pribadi yang berbudi (Bungin, 2006). Maka sebaliknya, jika penggunaan bahasa yang kasar, menghakimi, menghujat, memaki, memfitnah, memprovokasi, melecehkan akan mencitrakan pribadi yang kurang berbudi. begitu pula dengan penampilan pakaian seseorang, jika ia tak mampu menyesuaikan dalam situasi tertentu, hal itu menjadikan orang tersebut tidak mampu menerapkan prinsip kesopanan.

Adapun faktor internal dan eksternal yang menyebabkan murid tersebut bertindak demikian, bisa pula karena dirinya merupakan korban dari broken home sehingga perilakunya jauh dari tata krama yang baik, didikan dari orangtuanya yang dirasa kurang terpenuhi dengan baik, merasa dirinya terlalu sering diabaikan oleh orangtuanya yang hanya memikirkan kepentingan pekerjaan mereka hingga menyebabkan hubungan keluarganya kurang harmonis dan anak tersebut tidak mendapat perhatian khusus dari orangtuanya, hingga lebih memilih mencari kenyamanan di luar daripada di dalam keluarganya sendiri. 

Faktor eksternalnya bisa saja datang dari teman sepergaulannya, ia terpengaruh sikap dan perilaku buruk mereka yang sangat ekstrem di dunia luar, melanggar aturan yang ada tanpa menggunakan logika dan akibat yang akan terjadi di masa depannya.

Faktor-faktor tersebut diatas merupakan sebagian faktor penyebab terjadinya fenomena perubahan sosial dalam hal beretika di lingkungan masyarakat. Sebagai contoh, kasus penganiayaan guru oleh muridnya yang terjadi di Sampang merupakan hal yang sangat tidak terduga, hingga sempat viral pada tahun 2018 lalu, kejadian tersebut berawal pada saat pembelajaran berlangsung, korban mengisi pelajaran seni melukis di halaman depan kelas XII. 

Semua siswa diberi tugas melukis. Tetapi Pelaku tidak menghiraukan apa yang ditugaskan korban (gurunya). Kemudian guru tersebut menegur pelaku agar mengerjakan tugas seperti temannya yang lain, dan teguran itu tetap tidak dihiraukan oleh pelaku. Karena teguran tidak dihiraukan, korban kemudian menggoreskan cat lukis ke pipi pelaku.

Tetapi justru Pelaku tidak terima dan mengeluarkan kalimat tidak sopan, mengejek gurunya. Emosi guru tersebut pun semakin terpancing oleh sikap muridnya karena tidak sopan, lalu ia memukul pelaku dengan kertas absen. Namun pukulan itu ditangkis pelaku dan langsung menghujamkan pukulan ke pelipis sebelah kanan korban. Akibatnya, korban (guru) tersungkur, lalu melihat kejadian tersebut, murid yang lain berusaha menjadi penengah antara keduanya dan dipisahkan agar tidak terjadi sesuatu yang dikhawatirkan, saat korban bangun setelah tersungkur. Lengan kiri korban lecet karena menahan tubuhnya saat terjatuh. Setelah kejadian tersebut, seluruh siswa masuk kelas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline