Lihat ke Halaman Asli

[FFA] Penyihir dan Kutukan Cermin

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13822784891379431313

Oleh: Azmi Azhari (235)

Bulan ini, ada hari yang aku benci. Hari ulang tahunku sendiri. Aku telah sengaja dikutuk oleh penyihir Canandia. Pada tepat setahun yang lalu, aku tak sengaja karenanya kepribadianku dua. Aku dan aku satunya. Aku tak terlalu mengenalnya. Dia sangat jahat kepadaku. Setiap aku melihat cermin dia selalu menggantikanku. Aku sangat takut akan satu hal. Cermin. Hal itu akan membuat diriku yang satu lagi keluar. Mukanya beringas. Suka kekerasan. Berbeda denganku, aku tak suka kekerasan.

Aku terlahir dari keluarga yang bukan penyihir. Aku adalah manusia normal. Aku tak suka dengan penyihir. Mereka menggunakan mantra-mantra untuk melukai orang lain tatkala mereka membencinya dan melakukan sesuatu serba instan. Hidup apa seperti itu? padahal banyak hal yang menarik didapatkan dari kehidupan, bukan hanya sekedar mantra. Bukan kah hidup itu lebih suka dengan kedamaian? Bukan peperangan?

Aku murni mencintai manusia normal. Ingat bukan penyihir. Nama manusia normal itu adalah Rori. Dia berusaha mati-matian untuk menjagaku. Siapa sangka perempuan sepertiku lahir dari keturunan penyihir namun aku tak suka sihir dan aku sangat membencinya. Sehingga aku terlahir menjadi dua. Saat itu, aku memberontak dari sukuku. Canandia. Orangtuaku adalah salah satu petingginya namun bukan ketua suku. Ketua suku itu yang mengubahku menjadi seperti ini.

“aku tak mau menjadi penerus kalian!” kataku kepadanya.

“Jadi, kau ingin pergi?” ketua suku menanyakan padaku

“ya! Ini adalah pilihan hidupku!” sahutku menjawabnya dengan keras.

Aku tak takut saat itu karena aku didampingi oleh kekasihku. Saat itu, mantra dari ketua suku hampir membunuhku. Hukum di suku Canandia adalah seperti itu. Ketika ada yang memutuskan untuk keluar dari suku, akan mati.

“Venensia Mirroritia”

Itu adalah mantra yang ia ucapkan. Aku tersungkur. Aku hampir mati. Sebetulnya mantra itu hanya untuk mengubah diriku. Aku tak mati, hanya berubah seratus persen menjadi orang lain yang taat. Taat untuk menjadi penyihir. Namun sebetulnya aku telah mati, karena aku telah tiada digantikan orang lain dalam hidupku.

Rori memang telah berusaha mencegahku dari kutukan itu. Usaha melindungiku gagal tatkala dia memelukku. Kutukan itu memang mengenaiku. Namun, usaha Rori untuk memelukku membuahkan hasil. Aku punya penyembuh tatkala kepribadianku berpindah. Itu hanyalah Rori.

Aku pernah mengalami hal paling buruk dalam hidupku. Saat itu, aku berada di dalam desa kawanku. Aku tidak berada di samping Rori karena sedang marah padanya. Sedangkan aku tak sadar kalau disana banyak cermin. Di desa itu,

“tidakkk!”

Seingatku aku terbangun sesaat setelah Rori hadir disampingku dan memelukku.

“apa yang terjadi Ry?” kataku

“lihat disekitarmu! Maafkan aku atas kesalahanku tak menerimamu apa adanya!”

“aku berjanji akan terus bersamamu!” Rori menegaskan.

Dia memang penyembuhku. Rori menceritakan bahwa aku telah merusak sebagian besar desa dan membakarnya. Aku melihat sendiri. Memang rusak dan itu adalah karenaku.

Aku malu. Aku malu pada diriku dan pada orang lain yang melihat kami berdua berpelukan. Mereka melihatku seolah aku makhluk yang paling aneh sedunia, makhluk paling merusak.

Saat itu juga aku dan Rori pergi berlari. Kami berdua takut akan mereka yang ingin menghabisi kami. Muka mereka terlihat menyeramkan. Mungkin pengaruh rasukan dari sihir Canandia yang telah diriku satunya keluarkan. Sihir itu bernama wildyia. Sihir itu dapat merubah keadaan manusia normal menjadi buas seperti binatang.

Aku berlari dengan sekuat tenaga. Takut mereka menghabisi nyawa kami. Aku tak tahu harus bagaimana memperbaiki ini. Aku tak punya ide lain, selain pergi ke suku ku. Suku Canandia. Aku harus menemukan ayah. Aku harus segera menghilangkan kutukan ini. Dengan kutukan ini hilang, sihir diriku satunya juga akan hilang. Secara tidak langsung dia juga mati.

Letak sukuku tak begitu jauh dari pedesaan yang aku temui tadi dan merusaknya. Aku masuk mengendap ngendap dengan menempel badanku ke dinding sambil menunggu orang lain lewat. Saat mendekat dalam rumahku. Aku tak lagi mengetuknya. Aku langsung masuk ke dalamnya. Pintunya terbuka.

“saya sudah mengetahui akan hal ini nak!” Ayah melihatku.

Ayah memang peramal di desa ini. Dia adalah petinggi desa, dan selalu membuat prediksi prediksi. Ayah sangat disegani, karena selain kemampuannya itu, ayah mengetahui berbagai macam sihir, bahkan sihir terlarang.

“Apa yang harus aku lakukan yah?” tanyaku padanya.

“maaf, ayah tidak bisa mengatakan hal ini!” tegasnya. Peraturan suku ini tak bisa membuat ayah menjadi jujur.

“ayah, apa yang harus aku lakukan?”

“Mira, dia adalah jodohmu!” Tunjuk ayah pada Rori.

Aku tak sengaja tahu. Bahwa itu adalah nama asliku. Aku memang lupa namaku sejak kejadian kutukan itu. Namaku adalah Mira.

“Maksud ayah?” tanyaku padanya.

“kalian berdua telah ditakdirkan bersama!”

Rori menatap wajah ayahku. Aku melihatnya sendiri. Seolah ada hal yang ayah sampaikan lewat pandangan mata terhadap Rori. Aku mengetahui kemampuan ayahku sendiri. Beliau bisa menyampaikan sesuatu hanya lewat pikiran semata.

Sesaat setelah itu, Rori pamit pada ayahku.  Aku juga. Lalu setelah itu, aku berlari pergi melewati sukuku. Pada perbatasan sebelum desa yang telah kuhancurkan. Rori mendekatiku. Dia berkata bahwa dirinya telah mendapatkan ilham dari ayahnya. Rori agak tidak percaya bahwa ayahnya berkata pada hatinya. Tidak dengan ucapan. Rori dan aku menuju tempat yang agak tersembunyi. Aku mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat. Mungkin itu adalah penduduk buas itu.

“Rori, apa yang ia sampaikan?”

“aku harus pecahkan kutukan ini!” kata Rori.

“ayo kita tuliskan sesuatu pada tanah!” kata Rori lagi.

Rori mengambar sebuah bintang. Mirip huruf A yang ditengahnya dibuat segitiga. Aku melihat ia menggambar seperti ini.

Ketika aku lihat, sebelah kiri adalah namaku. MIRA. Dan sebelah kanan adalah RORI. Ketika huruf A dariku dihilangkan dan dijadikan bintang. Jadi tulisan yang ada adalah MIR, dan ROR. ROR dari kata namanya RORI. Dibawah kata itu ada petunjuk selanjutnya. Yaitu RI. Yang berarti adalah  RI, adalah beRI. Be berasal dari nama panggilan ayahku. “Papah Be!”

“astaga ini maksudnya apa?” aku terkaget.

“ini adalah petunjuk dari ayahmu!, dia tidak mau mengatakan yang sesungguhnya karena tak mau melanggar peraturan di suku Canandia!” kata Rori.

“jadi apa maksudnya dengan MIRROR? Kau ingin aku berubah lagi karena cermin?”

“jangan takut Mir, kita coba saja!”

Rori mengambil sesuatu dari tasnya. Astaga. Benar itu adalah cermin.

“Mira, terimalah cermin ini dari aku! Ini adalah cermin pertama yang kau lihat saat setahun yang lalu kau berubah! Aku menyimpannya!”

“baiklah Rori!” kataku

Aku melihat diriku pada pecahan cermin itu. Aku sempat merasakan bagaimana diriku ini ingin berubah. Aku takut. Sehingga aku menyuruh Rori memelukku.

Tubuhku bercahaya. Seperti memekakkan mata. Aku sadar. Kalau diriku kini tak lagi berubah. Kutukan itu telah hilang.

“terima kasih rory!” kataku padanya sambil tetap memeluknya.

Penduduk yang buas itu tak lagi ada bersuara. Mereka telah hilang. Mungkin telah sembuh. Akhirnya kami berdua selamat.

Hari ini adalah hari yang terindah bagiku karena tepat setahun yang lalu aku berubah. Sebelumnya aku membenci sekali hari ini. Namun sekarang, tidak. Semua ini karena cinta.

Aku terus memeluknya. Takut kehilangannya lagi.

Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community. [http://www.facebook.com/groups/175201439229892/]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline