Sumber Gambar: http://dheryudi.files.wordpress.com/2009/02/hulk2.jpg
Kawan, sifat marah itu wajar adanya dalam diri manusia. Namun, seringkali kita tak sadar jika kita mengalaminya, kita lepas kontrol dalam mengucapkan yang tidak pantas. Bahkan pejabat sekalipun, sekaliber pejabat DPR, dia berani melampiaskan kemarahan dan kekesalannya saat sidang.
Marah adalah sebuah sifat dari tuhan, yang diberikan untuk mempertahankan diri kita. Tapi, jika kita mempergunakan kemarahan itu untuk sekedar melampiaskan, bukan sebagai sebuah perhatian (poin rasa sayang), hal itu akan menyakiti lawan kita. Sering kali, sifat ini akan merubah pandangan kita, terhadap orang yang marah tersebut jika mereka melakukan tanpa sesuatu yang penting.
Hal ini kualami, saat jam kuliah berakhir kemarin sore. Sore itu, hujan turun dengan derasnya, sehingga kami harus berteduh di teras dekat laboratorium fakultas xxxxxx. Saking asyiknya kami meneduh dan mengobrol, kami tak sadar bahwa ada orang yang melewati kami. Umurnya mungkin sudah sepuh. Bapak itu membawa payung dan memakainya. Kami memberikan jalan, saat itu dengan mundur ke belakang. Posisi kami persis disebelah tangga, turunan menuju parkiran.Tapi, masih ada ruang untuk orang lewat.
Sesaat kemudian. Kami sengaja, pergi ke mushala untuk melakukan shalat asyar karena jam menunjukan sudah waktu asyar. Tapi, ada seseorang memotong perjalanan kami. Terjadi dialog antara kami.
“Mas, anak xxxxx?” begitulah saya ditanya orang itu.
“bukan mas!” begitu saya menjawabnya.
“Memang ada apa?” saya kemudian menanyakan kembali.
“mas, saya kira anak xxxxx,itu ada dosen dibelakang saya, yang memberikan bahwa mas, tidak boleh berdiri didekat tangga itu!” sambil melihat ke arah tangga, tempat kami tadi berdiam.
“oh, iya mas!” kemudian, saya melihat ada orang tua, tampaknya dosen senior sedang menatap kami dengan muka marah. Kami memberanikan diri untuk mendekatinya.
“iya, ibu ada apa?” saya menanyakan dengan baik-baik.
“kamu itu, berdiri disini tahu orang lewat. Kasihan ada orang tua lewat, takut jatuh! Jangan disitu bla.. bla.. bla.. bla..!” keras sekali suaranya sambil mencondongkan muka ke kami dengan raut masam.
Aku terdiam dan meminta maaf. Temanku juga. Dia meminta maaf berulang kali dengan sopan.
Namun, bagaikan petir yang menyambar. Orang itu mengucapkan ini kepada kami.
“GOBLOK KAMU!!!!!!”
Oh tidak, kata terakhir yang sangat menyakiti. Setelah kata itu, dia pergi meninggalkan kami. Tanpa pesan dan tanpa raut yang bersahabat. Kami merasakan sesuatu yang tak nyaman. Entahlah, mungkin ini rasanya sakit hati. Kami merasa tidak bersalah, karena kami tidak berada tepat didepan tangga itu, dan juga saat bapak tua itu lewat, dan kami juga tidak menghalanginya. Tapi, saat itu memang kami tidak mengenalnya sebagai senior dosen ditempat itu. Entahlah, saya juga tidak mengenalnya.
Tak sampai disitu, perasaan kamipun terbawa sampai saat ini. Saya sampai mencatat plat nomor kendaraan mobil yang di pakainya. Sebuah memori yang disimpan untuk didokumentasikan agar saya tidak seperti orang itu.
Begitulah ceritaku. Sekedar kejadian yang ingin aku sampaikan sebagai pelajaran. Janganlah kita berperilaku yang tidak baik. Janganlah cepat emosi. Karena akan memperburuk citra anda, kawan. Apalagi hal itu akan menyakiti, orang yang belum tentu salah. Saya ingat mukanya. Entah sampai kapan saya mengingatnya.
Jangan marah, kawan! lebih baik, kita tahan amarah kita daripada harus menyakiti sesama manusia.
Amie Azmi Azhari
Biochemistry Student™
Bogor Agricultural University
"Bermanfaatlah bagi orang lain, niscaya hidupmu akan bahagia!" keep smile ^_^
Contact:
✉ my.shocksystem@gmail.com
✉ azmi_azhari@rocketmail.com
My Link: Facebook Twitter Blogger Signature powered by WiseStamp
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H