[caption id="attachment_181354" align="aligncenter" width="576" caption="Ribhi Awwad (kemeja hitam) bersama orang tua murid Sekolah Indonesia Cairo (photo by Cheka Catalista)"][/caption]
Hari Jum'at lalu (11/5) wali murid Sekolah Indonesia Cairo yang putra putrinya berada di kelas ujian, mengadakan do'a dan tasyakuran. Selain silaturahmi, acara ini diadakan untuk berdo'a bersama agar hasil ujian nasional nanti sesuai harapan. Karena ini adalah acara sekolah, maka hampir semua wali murid hadir tak terkecuali saya karena 2 anak saya berada di kelas 3 SMP dan kelas 6 SD.
Tidak ada yang berbeda dari acara silaturahmi seperti biasa sebenarnya, karena hampir semua wali murid di sekolah ini saling kenal satu sama lain. Total murid di SIC dari SD sampai SMU hanya sekitar 60 orang saja, jadi tidak mengherankan kalau antara guru, murid dan orang tua semuanya saling kenal. Namun, malam itu ada seseorang berwajah timur tengah hadir di tengah-tengah kami, hampir tidak ada yang mengenalinya. Penampilannya juga sangat sederhana. Saya juga berpikir kalau orang itu adalah teman salah seorang guru SIC.
Setelah beberapa sambutan hampir selesai, sambutan terakhir disampaikan Bapak Burhanudin Badruzzaman mewakili Dubes yang kebetulan tidak hadir malam itu. Beliau lalu memperkenalkan orang asing yang wajahnya tidak pernah kami kenali tadi. Pak Burhan mengatakan bahwa orang itu adalah mantan Duta Besar Palestina untuk Indonesia yang bertugas hampir 13 tahun, Ribhi Awwad. Tidak ada yang tahu alasan Pak Ribhi hadir di acara itu.
Sampai akhirnya suami yang sempat ngobrol dengan beliau bercerita pada saya, bahwa ternyata putra Pak Ribhi, adalah siswa kelas 4 SD SIC. Beliau yang beristrikan orang Banten, juga sangat fasih berbahasa Indonesia. Menurutnya Indonesia seperti tanah airnya sendiri, maka itu anaknya disekolahkan di SIC yang notabene sekolah berbahasa Indonesia. Beliau juga bercerita, bertugas di Indonesia pada 3 masa pemerintahan presiden dari masa Gus Dur, Megawati sampai Susilo Bambang Yudhoyono. Pada Desember 2005 beliau mengakhiri masa tugasnya di Indonesia.
Karena tertarik dengan profilnya yang sederhana, lalu setelah sampai di rumah saya mencari informasi tentang beliau di beberapa situs berita online. Ada yang mengatakan bahwa beliau adalah duta besar yang kontroversial karena sempat "disandera" di kantornya sendiri yaitu kedutaan Palestina di Jakarta. Alasannya adalah karena sudah berakhir masa tugasnya tapi masih belum meninggalkan kantor kedutaan saat itu, seperti yang diberitakan di sini. Beliau ternyata juga menulis buku ensiklopedia Palestina yang berisi informasi tentang sejarah, budaya dan penduduk Palestina. Buku setebal 1500 halaman itu dicetak dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Ditulis saat masa tugasnya di Indonesia hampir berakhir tahun 2006 lalu.
Palestina dan Indonesia seperti 2 saudara yang saling menyayangi satu sama lain. Konflik berkepanjangan di Palestina membuat hubungan 2 saudara itu semakin solid. Maka tak heran duta besarnya pun sangat mencintai Indonesia. Pertemuan sangat singkat malam itu membawa kesan cukup dalam pada sosok pak Ribhi yang low profile.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H