Lihat ke Halaman Asli

Amidi

TERVERIFIKASI

bidang Ekonomi

Sebaiknya Memprioritaskan yang Ada Ketimbang Memburu Underground Economy!

Diperbarui: 19 November 2024   10:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Home. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh Amidi

Kebijakan menaikkan PPN menjadi 12 persen, walaupun belum dilaksanakan, sudah menjadi "momok" dalam belantika dunia bisnis dan konsumen. Kini ada lagi   kebijakan baru, yakni kebijakan akan mengenakan pajak kepada pelaku ekonomi yang melakoni aktivitas ekonomi bawah tanah (underground economy).

Ekonomi bawah tanah adalah ekonomi yang semua transaksinya tidak diketahui oleh pemerintah. Ekonomi ini didefinisikan sebagai ekonomi yang transaksinya tidak dikenakan pajak dan regulasi karena bisnis yang dijalankan bersifat rahasia. (study.com).

Sementara, Smith (1994) mendefiniskan underground economy adalah produksi barang dan jasa baik  legal maupun ilegal yang terlewat dari perhitungan Produk Domestik Bruto-PDB (bmeb-bi.org)

Ekonomi bawah tanah tidak hanya mencakup  kegiatan ilegal tetapi juga pendapatan yang tidak dilaporkan dari produksi barang dan jasa  legal, baik transaksi moneter maupun barter. (imf.org).

Munculnya ide untuk mengejar pelaku kegiatan ekonomi bawah tanah tersebut, karena pemerintah merasa perlu memgumpulkan potensi pajak dari sektor yang belum tersentuh. Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan meminta Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimayu yang merupakan tugas baru beliau untuk meng-collect atau capture kegiatan ekonomi tersebut. (kontan.co.id, 14 November 2024).

Anggito Abimayu, dalam keterangannya menyatakan bahwa potensi ekonomi bawah tanah ini sangat besar, ia menyinggung masalah judi online, transaksi gim daring, kegiatan taruhan dalam laga sepak bola (Harianjogja,com, 28 Oktober 2024)

Mengapa Harus Demikian?

Bila dicermati, memang tidak sedikit potensi pajak yang belum tergali, Direktur Jenderal Pajak Fuad  Rahmany memprediksi potensi penerimaan pajak bisa mencapai Rp. 2.000 trilun jika wajib pajak  sadar memenuhi kewajibannya.  Penerimaan pajak saat ini baru sekitar Rp. 1.148 triliun, jelasnya (Dirjen Pajak dalam ekon.go.id, 2023).

Bila didalami, dari potensi pajak yang disitir oleh Dirjen pajak tersebut, berarti potensi pajak yang bisa digali atau bisa dikejar memang cukup besar. Kemudian dari potensi pajak yang besar tersebut, objek  dan subjek pajak yang akan dikejar tersebut adalah objek dan subjek pajak formal.

Dengan demikian, mengapa kita tidak mengejar dan tidak mengoptimalkan potensi pajak yang berlum tergali tersebut terlebih dahulu. Memang kegiatan ekonomi tersembunyi atau illegal atau ekonomi bayangan  atau underground economy tersebut juga potensinya "lumayan". Namun perlu diingat, dikhawatrikan kita mengrkonsentrasikan diri untuk  memburu ekonomi bawah tanah tersebut, ekonomi formal dan legal terabaikan.

Saya sangat setuju dengan memburu pajak dari pelaku kegiatan  ekonomi bawah tanah tersebut, namun apa tidak sebaiknya, kita utamakan terlebih dahulu sumber pajak dari pelaku kegiatan ekonomi formal dan legal, sembari sambil berjalan dan sambil berbenah kita mulai memperhatikan potensi ekonomi bawah tanah.

Pajak Los Tidak Kecil.

Berdasarkan pantauan lapangan, tidak sedikit uang  pajak yang seharusnya masuk ke kas negara, namun "menguap" atau  los.  Hilangnya atau belum bisa diterimanya  uang pajak tersebut, berbagai motiv yang melatarinya, karena uang pajak dikorupsi,   karena wajib pajak menghindari pajak, dan atau wajib pajak membandel tidak mau membayar pajak dan masih ada beberapa faktor lain yangr melatarinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline