Oleh Amidi
Fasilitas kredit yang ditawarkan oleh lembaga keuangan, bank maupun non bank, makin hari makin dipermudah. Biasanya pihak pemberi kredit akan membidik pegawai tetap pada tempat mereka bekerja, karena gaji pegawai tetap tersebut, bisa langsung dijadikan jaminan (jaminan cicilan tidak macet) termasuk tempat mereka bekerja pun bisa untuk dijadikan jaminan.
Kemudian, bertolak dari pengalaman, pegawai tetap jarang melakukan penundaan cicilan. Sehingga, bank dan non bank berlomba-lomba memburu lewat tempat yang mempekerjakan mereka.
Selama masih tercatat sebagai pegawai, maka cicilan akan lancar. Apalagi pihak bank dan non bank tempat memperoleh kredit, langsung memotong gaji pada bendahara tempat mereka bekerja. Sehingga, peluang untuk terjadi kredit macet relatif kecil, kecuali jika pihak bank atau non bank menagih secara langsung cicilan kepada mereka (tidak melalui bendahara).
Dengan semakin mudahnya pemberian kredit tersebut, maka anak negeri ini sangat mudah untuk memiliki aset atau harta, seperti rumah, kendaraan, atau lainnya. Dengan sudah memiliki rumah, kendaraan atau lainnya tersebut, seakan-akan sudah sejahtrera.
Kesejahteraan Semu.
Secara sederhana, sesorang dikatakan sejahtera apabila semua kebutuhannya dapat dipenuhinya. Namun, bila kebutuhannya tersebut dapat dipenuhinya melalui pembelian secara kredit, atau kelihannya ia "mampu" sudah mempunyai aset ini dan itu, namun pada kenyataanya ia "belum mampu" memperoleh aset tersebut secara normal atau membeli tanpa "utang", maka seseorang tersebut (ternasuk kita) tidak berlebihan kalau dikatagorikan belum sejahtera atau "sejahtera semu" atau "kesejahteraan semu".
Mereka/kita mempunyai aset ini dan itu, rumah, mobil dan lainnya. Padahal, bila diperhatikan, mereka/kita tidak bisa serta merta dikategorikan sudah sejahtera, namun sejahteranya tersebut masih tergolong "sejahtera semu" atau "kesejahteraan semu".
Memang, kalau diperhatikan mereka/kita telah mempunyai aset ini dan itu. Namun, kenyataannya sebagian besar memeperolehnya dari kredit. Mereka/kita harus berjuang setiap bulan untuk membayar cicilan, terkadang menyita cuan untuk memenuhi kebutuhan pokok demi mengutamakan pembayaran cicilan.
Bahkan begitu mendekati tanggal jatuh tempo, mereka/kita mulai was-was, jangan-jangan gaji atau penghasilan yang diterima kurang untuk membayar cicilan tersebut, karena sudah ada potongan ini dan itu melalui bendahara.