Beberapa hari yang lalu, publik menyaksikan calon kepala daerah (cakada) ramai-ramai mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), baik menyaksikan secara langusung maupun melalui media massa.
Beragam gaya yang ditampilkan oleh cakada, baik cakada untuk Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Seperti di Palembang, ada yang mendaftar ke KPU dengan menggunakan "kuda", ada yang mendaftar ke KPU dengan menggunakan "becak", ada yang mendaftar ke KPU dengan jalan kaki, dan berbagai gaya, lain daerah lain pula gaya yang mereka tampilkan.
Promosi atau Show?
Bila diperhatikan, gaya yang mereka tampilkan pada saat mendaftar ke KPU tersebut, apakah memang sengaja mereka lakukan untuk mem-promosi-kan diri atau bentuk lain dari strategi promosi yang harus harus mereka lakukan atau hanya ber-gaya untuk "gagah-gahan-an saja.
Idealnya ajang pendaftaran cakada ke KPU tersebut, selain untuk memenuhi persyaratan atau memastikan bahwa cakada sebagai calon resmi, juga dapat dijadikan ajang untuk mem-promosi-kan diri cakada.
Sepintas, saya melihat dan mencermati, bahwa ajang pendaftaran bakal cakada ke KPU tersebut, sepertinya bukan semata-mata dimanfaatkan untuk mempromosikan diri mereka, dengan mereka memerankan berbagai gaya tersebut, tetapi lebih pada untuk meminta perhatian publik, untuk mendapatkan "simpati" publik atau calon pemilih.
Walaupun sebenarnya, apa yang mereka lakukan tersebut, sadar atau tidak, bahwa hal tersebut sudah merupakan unsur promosi diri mereka kepada publik atau calon pemilih, namun unsur promosi tersebut tidak menjadi tujuan utama mereka, sekali lagi mereka lebih tertuju pada "show" ketimbang menonjolkan promosi.
Dengan demikian, apakah promosi secara gencar yang harus dilakukan cakada masih diperlukan/dibutuhkan? Mari kita telusuri lebih jauh lagi dinamika yang berkembang di lapangan beberapa tahun belakangan ini.
Idealnya promosi bagi cakada tetap perlu dan harus dilakukan, demi merebut simpati, demi meraub suara, namun dalam perkembangannya promosi cakada sepertinya sudah tidak harus dilakukan dengan menggebu-gebu atau secara inten atau secara gencar, seperti yang pernah dilakukan cakada pada tahun 1990-an ke bawah lalu.
Memang masih ada cakada yang melakukan promosi untuk diri-nya dan tim pemenangan atau tim sukses yang mempromosikan diri cakada yang merupakan jago-an-nya, namun tidak se-gencar dan tidak se-inten seperti dulu.
Transaksional Menonjol.
Bila kita cermati, promosi yang mereka lakukan untuk "menjual diri" cakada atau untuk merebut simpati hati konusmen/pemilih, saat ini kebanyakan berupa baliho, spanduk atau banner belaka. Baliho, spanduk, banner bertebaran di mana-mana, memenuhi sudut kota, bahkan terkadang menempel di batang pohon yang berjajar di jalan. (kasihan pohonnya)