Oleh Amidi
Pada awal pemerintah menawarkan pengelolaan tambang kepada organisasi keagamaan (Muhamamdiyah dan NU), semua pada menolak. Namun, seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan, entah mengapa?, sehingga kedua organisasi keagamaan ini menyetujui penawaran pengelolaan tambang tersebut.
Muhammadiyah yang merupakan organisasi keagamaan terbesar di negeri ini bahkan tersebar dibelahan dunia, telah resmi menerima izin usaha penambangan (IUP). Hal ini diputuskan dalam rapat konsolidasi nasional PP Muhammadiyah pada hari Minggu 28/7/2024 di Yogyakarta. (Kompas.com, 28 Juli 2024)
Setelah menganalisis masukan, melakukan pengakajian, mencermati kritik pengelolaan tambang dan pandangan dari para akademisi dan pengelola tambang , ahli lingkungan hidup, majelis dan lembaga dilingkungan PP Muhammadiyah serta pandangan dari anggota PP Muhammadiyah, rapat pleno 13 Juli 2024 di Kantor PP Muhammadiyah Jakarta memutuskan bahwa Muhammadiyah siap mengelola usaha pertambangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 dengan pertimbangan dan persyaratan tertentu, demikian kata Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti. (Detik.com, 28 Juli 2024).
Pro-Kontra.
Bila kita simak, pasca pernyataan Muhammadiyah menerima UIP tersebut, seriring dengan itu pula Muhammadiyah mulai dihujani kritik, baik yang datangnya dari internal Muhammadiyah maupun dari luar Muhammadiyah. Warga Muhamamdiyah dan umat ada yang "kecewa', dan atau "menyesalkan" keputusan tersebut, sehingga petinggi-petinggi Muhamamdiyah mempersilahkan kader dan umat mengkritik asal jangan "mengejek".
Tempo.co, 28 juli 2024, mensitir pernyataan Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Amien Rais yang menyoroti putusan PP Muhammadiyah yang menerima IUP untuk ormas keagamaan, Amien Rais menganggap tawaran itu bagaikan racun bagi ormas keagamaan.
Pengmat Ekonomi UGM Fahmy Radhi mengatakan keputusan yang diambil Muhammadiyah justru menimbulkan lebih banyak kerugian dari pada keuntungan. Ia mengatakan tidak mudah mengelola tambang dan Muhammadiyah belum berpengalaman dan permasalahan tambang khsusunya batu bara dipastikan merusak lingkungan, (detik.com, 29 Juli 2024).
Dikalangan perempuan Muhamamdiyah yakni kalangan ibu Aisyiah, juga menolak IUP, Ketua Divisi Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) PP aisyiyah Hening Parlan dengan tegas menolak konsesi tambang dari pemerinyah. Ia berharap PP Muhamamdiyah tidak menerimanya. (detikhikmah, 26 Juli 2024)
Dalam Kaderhijaumu.id disinyalir bahwa sangat tidak masuk akal jika Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modernis terbesar di dunia menerima tambang baru bara. Persyarikatan yang didirikan 1912 ini, memiliki jargon gerakan pembagaruan dan pencerahan. Dengan menerima konsesi tersebut, maka gerakan tersebut patut dipertanayakan bahkan Muhammadiyah sedang bergerak mundur jauh ke belakang.
Suara kekecewaan datang dari Muhamamdiyah di daerah, PD Muhamamdiyah di Trenggalek, Jawa Timur, Suripto mengklaim dirinya bersama warga Muhammadiyah lain termasuk di Papua menyatakan penolakan kepada pimpinan pusat (bbc.com, 29 Juli 2024)