Oleh Amidi
Bagi pengambil kebijakan dibidang moneter dan lebih khusus Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang dibentuk pemerintah daerah bahwa dengan terjadinya deflasi memang sangat dirahapkan oleh mereka.
Badan Pusat Statistik (PBS) mencatat deflasi pada bulan Mei 2024 ini sebesar 0,03 persen dan Juni 2024 tercatat sebesar 0,08 persen. Kelompok penyumbang deflasi tersebut dominan adalah makanan dan minuman.
Deflasi yang merupakan kebalikan dari inflasi (disinflasi), secara sederhana dapat diartikan; suatu kondisi di mana terjadi penurunan harga-harga dalam periode waktu tertentu.
Dalam ilmu ekonomi, deflasi suatu priode di mana harga-harga barang/jasa mengalami penurunan dan nilai uang bertambah. Ekonomi yang mengalami deflasi akan menunjukkan gejala harga-harga barang/jasa, gaji, dan upah menurun. (wikipedia.org)
Jika terjadi deflasi, biasanya bagi pihak yang berkutat dalam mengendalikan inflasi dan pihak yang terlibat dalam otoritas moneter, merasa senang alias happy. Namun, apakah di kalangan masyarakat juga demikiian?
Deflasi VS Daya Beli.
Bila dirunut, terjadinya penurunan harga-harga barang/jasa tersebut banyak faktor yang menyebabkannya. Menurut pantauan saya saat ini faktor utama penyebabnya adalah adanya perlambatan kegiatan ekonomi sebagai akibat dari adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pasar "lesu/sepi", tidak sedikit pelaku bisnis mengalami gangguan operasional (stagnan), sehingga berdampak pada penurunan pendapatan, dan seklaigus berdampak pada pengurangan jumlah uang beredar.
Berkurangnya jumlah beredar (berkurangnya uang kartal) bisa juga karena adanya kecendrungan masyarakat yang kelebihan dana berbondong-bondong menyimpan dana di bank, sehingga mendorong uang giral meningkat. Hal ini dimungkinkan dilakukan oleh masyarakat yang tergolong kelas ekonomi menengah ke atas
Hal ini akan akan berdampak pada menurunnya permintaan atau turunnya daya beli (purchasing power), sementara kapasitas produksi tetap. Nah, turunnya daya beli itulah yang akan mendorong harga-harga barang/jasa akan turun.
Indikasi Baik atau Buruk?
Turunnya daya beli tersebut, mulai terjadi pasca pandemi, namun karena adanya dorongan perbaikan kondisi ekonomi pasca pandemi dan tibanya hari besar/kegiatan ritual keagamaan, daya beli mengalami perbaikan/peningkatan pada priode tertentu, walaupun ada unsur keterpaksaan, sehingga deflasi berubah menjadi inflasi.