Oleh Amidi
Sepanjang sejarah, negeri ini telah menorehkan suatu keberhasilan yang luar biasa, yakni pertumbuhan ekonomi pernah bertengger pada angka di atas 7 persen per tahun, sehingga negara -- negara di dunia ini member hormat kepada, member apresiasi kepada pengelola negeri ini. Namun, beberapa tahun belakangan, terutama setelah krisis ekonomi melanda Indonesia, pandemi covid-19 dan sampai kini keberhasilan yang luar biasa tersebut nampaknya tidak kunjung tiba.
Penyimpangan ekonomi, pencurian uang Negara meraja lela, praktik ekonomi kapitalisme sudah merasuk kesegala kegiatan ekonomi, ekonomi rakyat menjadi tak berdaya. Sumberdaya Ekonomi terkuras oleh sekelompok orang. Belum lagi penyakit ekonomi "KORUPSI" sudah menjangkit dimana-mana. Bukan hanya pada kegiatan ekonomi yang menyangkut keduniaan, tetapi kegiatan ekonomi yang menyangkut keagamaan pun demikian.
Menjalakan Rutinitas Semata.
Mengapa demikian? Jawabnya antara lain karena kita selaku orang beragama sudah terjebak dengan ritual rutinitas semata, kita terjebak dengan kesalehan individu, kita lupa bahwa kita seharusnya juga memiliki sifat kesalehan sosial.
Ternyata selama ini kita kesulitan menemukan yang "saleh secara social" yang ada kebanayakan saleh secara Individu atau kesalehan individu. Kesalehan Individu/ritual kita agung-agungkan. Dari aspek agama yang kita anut, mungkin kita termasuk orang yang saleh secara Individu, mungkin kita tergolong orang yang taat menjalankan perintah Tuhan Yang Maha Esa, perintah agama, menjalankan ritual keagamaan, namun ketika kita berhubungan dengan sosial/masyarakat, seakan-akan kita lupa dengan larangan Tuhan Yang Masa Esa (Allah), korupsi, makan hak orang lain dan melakukan penyimpangan ekonomi lainnya..
Kesalehan individual atau kesalehan ritual menekankan dan mementingkan pelaksanaan ibadah ritual, seperti sholat, puasa, zakat, zikir dan seterusnya, kesalehan individual hanya mementingkan ibadah yang semata mata berhubungan dengan Tuhan dan kepentingan diri sendiri. Hal ini dilakukan juga oleh penganut agama non Islam. Kita tidak memiliki kepekaan soail, dan kurang menerapkan nilai-nilai yang digatiskan agama dalam kehidupan bermasyarakat. Dikatakan oleh Helmiati (2015) Kesalehan individu, yakni kesalehan yang ditentukan berdasarkan ukuran serba formal, yang hanya mementingkan hablum minallah, tidak disertai hablum minan nas, mementingkan hubungan dengan Tuhan, mengabaikan hubungan dengan manusia.
Kesalehan sosial tercermin dari prilaku kita yang sangat peduli dengan nilai-nilai agama (nilai agama Islami atau non Islam sesuai yang dianut), yang bersifat sosial. Kesalehan soaial suatu bentuk kesalehan yang tak cuma ditandai oleh rukuk sujud , puasa, haji (begitu juga dengan ritual agama lain), melainkan juga ditandai oleh seberapa besar seorang memiliki kepekaan soail dan berbuat kebaikan untuk orang lain, sehingga orang merasa nyaman , damai, tentram berinteraksi dan bekerjasama dan bergaul dengan kita.
Sehingga tidak heran, jika penduduk disuatu Negara tingkat kesalehan sosial nya tinggi, maka penduduk Negara tersebut akan terhindar dari korupsi, terhindar dari kegiatan ekonomi curang, penyimpangan ekonomi, bahkan penduduk Negara tersebut dapat dikategorikan lebih agamis ketimbang Negara yang hanya menonjolkan sikap kesalehan individu/ritual semata. Seperti New Zealand (Selandia Baru) yang merupakan negara yang paing agamis (Islami).
Menurut hasil penelitian Scheherazade S Rehman dan Hossein Askari , tahun 2018, bahwa Selandia Baru merupakan Negara paling agamis (Islami). Kedua peneliti itu mengganjar Selandia Baru dengan indeks tertinggi 9.20 setelah meneliti kondisi ekonomi, hukum dan pemerintahan, hak asasi manusia dan politik, serta hubungan internasional di nagera itu. Negara-negara muslim sebagaian besar bertengger di urutan di atas 100. Iran di urutan 125, Mesir 137, Pakistan 140, dan Sudan 152. Indonesia di urutan 64, kurang Islami dibandingkan dengan Malaysia di urutan 47 dan Singapura di urutan 22.