Sebagaimana tulisan saya sebelumnya di kompasiana.com ini bahwa, sebagian besar pelaku bisnis yang produk atau barang dan jasanya yang berhubungan dengan keperluan pemilu.
Atau, itu juga terkait yang dibutuhkan/dibeli calon dan tim calon untuk kepentingan mempromosikan diri calon (calon Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPRD, dan DPD). Sebagaian besar dari mereka mengharapkan pemilu ini kalau bisa terus menerus, jangan lima (5) tahun sekali.
Saking mereka merasa bahagia, merasa senang, sejak dinyatakannya akan dimulai proses pemilu, semenjak itu pula mereka telah mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan produk yang akan dibutuhkan/dibeli calon dan tim calon dalam rangka mempromosikan diri.
Betapa tidak, pelaku bisnis bidang percetakan, digital printing, sablon dan lainnya, sejak dinyatakannya mulai berlangsungnya proses pemilu sampai hari "H" pemilu, banjir dengan pesanan barang-barang yang dipesan calon dan tim calon serta simpatisan calon.
Begitu juga dengan pelaku bisnis bidang kuliner (makanan dan minuman), selama masa kampanye mereka kebanjiran pesanan untuk makan/minum peserta kampanye atau pendukung calon.
Tidak hanya itu, pelaku bisnis bidang transfortasi pun demikian, kebanjiran mendapatkan pesanan alias carteran untuk mengangkut massa kampanye dan termasuklah kejipratan mendapatkan "cuan" karena bodi mobilnya dipasang calon gambar calon sebagai media promosi calon.
Demikian juga dengan pelaku bisnis yang menawarkan media iklan atau media advertising diarena publik, biasanya dijalan atau disudut-sudut kota yang lokasi-nya strategis.
Semua media iklan yang kosong sebelumnya, pada saat proses pemilu dimulai, maka semua media iklan (papan reklame) tersebut penuh berisi iklan berupa gambar calon, baik calon Presiden dan Wakil Presiden, maupun calon legeslatif (DPR, DPRD dan DPD).
Dengan kata lain pelaku bisnis (papan reklame) tersebut pun kebajiran pesanan dan merasakan kegairahan dalam berbisnis selama proses pemilu tersebut.
Pasca-pemilu