oleh Amidi
Saya ikut "tergelitik" dengan persoalan yang satu ini. Beberapa hari ini anak negeri ini disuguhkan informasi mengenai aksi kalangan kampus yang mendadak peduli dengan persoalan tatanan pemerintahan, demokrasi, dan Kokone (korupsi, kolusi, nepotisme), serta persoalan yang terkait dengan itu.
Detikcom,03 Pebruari 2024, mengemukakan; empat kampus yang telah menyerukan kritiknya yaitu Universitas Indonesia (UI), Unversitas Padjajaran (Unpad), Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII). Antara lain isi i petisi tersebut datang dari kalangan warga alumni UI, dengan pernyataan; "Kami warga dan alumni UI prihatin atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi. Hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat, terutama tindakan Kokone (korupsi, kolusi, nepotisme) yang telah menghnacurkan kemanusiaan dan merampas akses keadilan".
Kemduian yang datang dari keluarga UGM, dengan pernyataan; "Kami keluarga besar UGM menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan saat ini". Selanjutnya pernyataan yang senada juga disampaikan oleh kalangan kampus yang lain, Unpad, UII, dan beberapa kampus lain yang menyusul memberi pernyataan dalam petisi mereka.
Dalam perkembangannya, masih ada lagi kalangan kampus, dari kalangan dosen, mahasiswa dan civitas akademika yang lain yang ikut dan akan ikut peduli, menyuarakan hal yang sama.
Dalam perkembangannya juga ada kalangan kampus yang menyerukan "petisi tandingan". Selain sejumlah kampus yang telah mengkritik kondisi demokrasi pemerintahan saat ini, sekelompok akademisi membuat "deklarasi tandingan" yang menyerukan kondisi Indonesia baik-baik saja. Mereka mengatasnamakan diri sebagai Alumni dan Akademisi PTN dan PTS, dalam maklumatnya mereka menyatakan bahwa Indonesia sedang dalam kondisi baik-baik saja mejelang Pemilu 2024. (tempo.co, 03 Pebruari 2024).
Terlepas dari adanya unsur politis atau tidak, terlepas dari adanya dorongan "invisible hand" atau tidak, terlepas dari adanya kepentigan tersembunyi atau tidak, sebaiknya petisi yang muncul tiba-tiba tersebut disikapi saja dengan huznudzon (berbaik sangka).
Terlepas dari pernyataan petisi yang mengkritik dan yang menyanjung pemerintahan saat ini, terlebih dari aspek demokrasi yang sedang berjalan di negeri ini, yang jelas pernyataan mereka tersebut perlu disikapi dengan serius, harus disikapi dengan menonjolkan kepentingan ekonomi ketimbang kepentingan politik. Mengapa?, karena negeri yang sudah mapan dan cendrung maju ini jangan sampai "setback" atau mundur kembali, kasihan anak negeri ini selaku pejuang yang sudah berjuang/mengorbankan harta dan nyawa dalam merebut kemerdekaan saat itu, sehingga dengan hasil perjuangan mereka tersebut, semua anak negeri ini dapat menikmati kemerdekaan.
Pentingnya mengambil sikap tersebut, sudah disampaikan sendiri oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin, seperti yang disitir oleh republika.co.id, 05 Pebruari 2024, bahwa Wakil Presiden, Ma'ruf Amin, telah menyikapi petisi kampus yang marak beberapa hari ini, beliau mensinyalir bahwa gerakan kampus dan para akademisi itu harus menjadi perhatian pemerintah. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah untuk merespon masukan dan kritik yang disuarakan para akademisi dan guru besar tersebut.
Bila disimak, inti dari petisi kalangan kampus tersebut adalah bagaimana agar demokrasi di negeri ini tetap ditegakan. Ini penting, karena demokrasi tersebut akan menjadi acuan/tatanan dalam sistem pemerintahan negeri ini.