Oleh Amidi
Seorang konsumen yang boleh dibilang memiliki ilmu dan pengetahun yang sudah cukup dan mumpuni, bercerita pada saya; pada suatu hari konsumen tersebut berjalan di suatu komplek pertokoan, tidak sengaja konsumen tersebut melihat suatu toko yang menjual alat untuk memanaskan makanan/masakan (baca: microwave) dan beberapa peralatan dapur. Pemilik toko tersebut memasang banner, dengan konten iklan; "Dengan Membeli Peralatan Dapur Kami, Anda dapat Berwisata ke Pulau "B" dan Akan Mendapatkan Hadiah Lainnya".
Dengan membaca dan memperhatikan iklan yang tertera pada banner, konsumen tersebut mulai tergoda dan terdorong untuk mampir ke toko tersebut. Awalnya, konsumen tersebut hanya "iseng" untuk mengetahui lebih jauh kebenaran konten iklan dalam banner tersebut. Pada saat di toko konsumen tersebut digoda tenaga penjual, singkat kata, konsumen tersebut terus dicerca oleh tenaga penjual sampai pada akhirnya konsumen tersebut memutuskan untuk membeli.
Cerita di atas, menggambarkan bahwa tenaga penjual tersebut mampu "meng-hipnotis" atau mampu secara dagsyat-nya membujuk konsumen sampai konsumen tersebut "terpaksa" harus membeli.
Pada awalnya tenaga penjual tersebut menawarkan barang-nya dengan santai dan biasa-biasa saja, setelah kelihatan "gelagat" konsumen tidak mau membeli, mulai tenaga penjual tersebut memainkan jurus pamungkas yang telah diperolehnya dari hasil tranning yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari oleh pelaku bisnis yang mempekerjakannya. Konsumen tersebut sudah berujar, maaf adik saya belum punya uang, karena harga peralatan dapur yang ditawamkan tersebut terbilang mahal, paling murah Rp. 5.000.000,- per unit..
Konsumen tersebut dikejarnya lagi, "masalah pembayaran jangan dipikirkan, berapa saja 'Ibu" (memanggil konusmen tersebut) mempunyai uang saat ini", konsumen tersebut berujar lagi, "tidak ada, saat ini saya hanya mempunyai uang Rp. 100.000,-". Tenaga penjual berkata kembali; " tidak apa-apa, Rp. 100.000,- bisa kita jadikan sebagai uang muka atau tanda "jadi" terlebih dahulu, kemudian tenaga penjual menjawab sang ibu, "nanti kami datang kerumah untuk menyelesaikannya". Singkat kata, konsumen tersebut dicerca terus menerus oleh tenaga penjual, sampai konsumen tersebut benar-benar membeli produk yang ditawarkannya.
Barang sudah dibeli, hadiah tak kunjung tiba, karena, ternyata hadiah akan diundi terlebih dahulu, tidak lama kemudian "penyesalan" mulai mengusik diri konsumen tersebut. Pelik-nya lagi, pada saat konsumen sudah tenang dan menyadari barang tersebut mahal, beberapa hari setelah itu, konsumen tergerak untuk mengembalikan atau membatalkan pembelian barang tersebut, namun apa daya, barang tidak dapat dikembalikan.
Diperkirakan toko tersebut sudah banyak menggaet konsumen, sudah banyak memburu konsumen, sehingga toko yang menjual barang tersebut tidak lama kemudian sudah tutup dan pindah ke kota lain.
Cirita tersebut, tidak hanya dialami satu-dua orang konsumen saja, tetapi tidak sedikit konsumen menjadi "bidikan" tenaga penjual seperti itu. Bila disimak, tindakan tenaga penjual yang demikian, tindakan tenaga penjual yang sangat dahsyat atau tindakan tenaga penjual yang meng-"hipnotis" konsumen tersebut boleh dibilang sangat "jitu" dan sukses.
Pada bagian lain, Sekar Pitutur Arum, menceritakan pengalaman menjadi korban "marketing pemaksaan" pedagang tradisional disuatu kota di Pulau Jawa. Pengalaman tersebut yakni pada saat mau makan di suatu warung di pasar tardisional di kota tersebut, pemilik dan pelayan warung memaksa untuk cepat-cepat mengambil makanan, dan mereka berujar; jangan membandingkan makanan ke sana ke mari pada warung yang ada di sekitarnya. (lebih lengkap lihat Mojok.co, 08 November 2023).
Dari cerita di atas, dapat disimpulkan bahwa tenaga penjual sudah melakukan penyimpangan dan atau tidak mengindahkan etika bisnis, strategi pemasaran atau strategi penjualan yang mereka lakukan "menyimpang jauh" dari etika bisnis dan sudah tidak mengindahkan hak-hak yang harus diperoleh konsumen pada saat konsumen akan melakukan permintaan atau membeli suatu barang atau jasa.