Oleh Amidi
Dunia pendidikan, khususnya Perguruan Tinggi (PT) beberapa hari ini terfokus pada perbincangan tentang kebijakan yang diambil oleh Mendikbudristek, Nadiem Makarim.
Mahasiswa yang sedang mengambil S1 atau D4 tidak wajib lagi mengambil skripsi sebagai syarat kelulusan, asalkan prodi mahasiswa yang bersangkutan sudah menetapkan kurikulum berbasis proyek maupun bentuk lainnya yang sudah sejenis.
Sedangkan mahasiswa yang kurikulumnya berbasis proyek, maka syarat lulus kuliahnya tidak harus skripsi, bisa prototipe, proyek atau bentuk lainnya.
Hal tersebut tertuang dalam Permenristek No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu PT (kompas.com, 29 Agustus 2023).
Kebijakan ini akan membuat bingung penyelenggara Perguruan Tinggi, karena selama ini di Perguruan Tinggi hal ini sudah berjalan sejak lama dan tidak ada permasalahan serta mahasiswa enjoy and happy.
Kemudian kebijakan ini akan mendorong mahasiswa S1 dan D4 untuk tidak lagi membuat/menulis skripsi sebagai syarat kelulusan mereka, mungkin mereka akan memilih "penugasan" saja.
Bila kita cermati, terlepas dari tidak wajibnya skripsi, terlepas kurikulum proyek, bahwa karya ilmiah berupa skripsi tersebut adalah merupakan media mahasiswa untuk berlatih menulis.
Tidak hanya itu, dengan membuat/menulis karya ilmiah berupa skripsi, maka skripsi juga dapat berfungsi dan berperan sebagai pendorong mahasiswa untuk melakoni bisnis.
Sebetulnya kalau kita telusuri secara seksama, skripsi mempunyai beberapa tujuan dan manfaat. Dari sisi akademik, skripsi bertujuan untuk memperoleh gelar Sarjana dan bertujuan juga untuk melatih kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah secara sistematis dengan menggunakan teori yang sudah dipelajari dibangku kuliah, dan hasil penelitian yang dituangkan dalam skripsi tersebut bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan (brainacademy.id, 24 Oktober 2022)