Permasalahan disekitar rencana kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) atau biaya haji, sebetulnya sudah saya tulis dalam Kompasiana.com pada tanggal 04 Pebruari 2023 yang lalu, dengan judul "Investasi Dana Haji VS Rencana Kenaikan Ongkos Naik Haji". Namun memperhatikan perkembangan yang ada, saya merasa masih perlu untuk menulis kembali tentang permasalahan yang satu ini.
Sebetulnya saat ini sudah ada 5 (lima) topik/judul artikel yang akan saya tulis, karena belum begitu mendesak, maka tulisan tersebut saya pending terlebih dahulu. Saya akan mengangkat tulisan ini terlebih dahulu. Ke 5 (lima) topik/judul artikel tersebut sebelum saya selesaikan, saya simpan terlebih dahulu dalam ikon status/simbol NOT pada HP saya. Semoga tulisan itu juga nantinya dapat memberikan pencerahan kepada kita semua.
Sepertinya penetapan kenaikan biaya haji ini, semakin hari semakin seru. Pertemuan antara pihak Kementrian Agama (Kemenag), piha DPR RI, pihak maskapai dan pihak lian yang terlibat belum menemukan titik temu atau kesepakatan. Pihak Kemenag hanya mengsulkan biaya haji yang telah diusulkan sebelumnya turun sebesar Rp 2,4 Juta, sehingga biaya haji tahun 2023 total diusulkan naik menjadi Rp. 96,4 juta dari usulan sebelumnya (CNN Indonesia, 08 Pebruari 2023)
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sepakat dengan usulan Kemenag terkait dengan rekomendasi biaya baji tahun 2023 sebesar 70 persen, dengan kata lain besaran Biaya Haji yang diusulkan tersebut 70 persen ditanggung jamaah dan 30 persen diambil dari nilai manfaat (optimalisasi) atau dengan perbandingan 70:30.
Bagaimana Sebaiknya
Sebelum melangkah lebih jauh, mungkin ada baiknya kalau dikaji terlebih dahulu dari sisi jamah, terutama jamaah yang memang sedianya harus berangkat atau jamaah yang sudah masuk daftar yang akan diberangkatkan pada tahun ini.
Perlu diketahui bahwa jamaah haji yang sudah masuk daftar keberangkatan pada saat keberangkatan haji tahun 2022 lalu saja masih ada yang tertunda, karena adanya pembatasan kuota sebagai dampak dari pandemi.
Mereka yang tertunda adalah calon jamaah haji yang akan diberangkatkan pada tahun 2022 karena usia-nya pada saat itu sudah di atas 65 tahun dan jamaah yang usia-nya dibawah 65 tahun yang akan diberangkatkan namun tidak masuk kuota keberangkatan yang telah ditetapkan Kemenag, karena adanya pemangkasan kuota. Mereka ini jumlahnya hampir mencapai 50 persen. Seperti di Sumatera Selatan, hanya 50 persen jumlah jamaah dapat diberangkatkan pada musim haji tahun 2022 lalu, tepatnya hanya 3.201 jamaah saja (termasuk petugas haji).
Dengan demikian, dari jumlah jamaah yang belum dapat diberangkatan pada musin haji tahun lalu tersebut jelas akan mengurangi kuota jamaah haji untuk tahun 2023 ini. Dengan demikian pula berarti jamaah yang belum berangkat pada musin haji tahun lalu pun akan terkena imbas kenaikan biaya haji tahun ini. Mereka akan sama-sama menanggung tambahan biaya haji akibat akan adanya kenaikan biaya haji tersebut.
Padahal, apabila jamaah tahun lalu yang belum diberangkatkan tersebut jadi berangkat, maka jamaah tersebut akan nambah/nombok tidak tidak terlalu besar. Biaya haji pada tahun lalu ditetapkan lebih kurang Rp. 33, maka dari uang pendaftaran Rp. 25 juta tersebut, mereka hanya diminta nambah/nombok lebih kurang Rp. 8 juta, seperti yang saya alami. Saya bersama istri hanya nambah/nombok lebih kurang Rp 16 juta. Tetapi bila biaya haji ditetapkan lebih kurang Rp. 96 juta, maka jamaah tersebut akan nambah/nombok lebih kurang Rp. 71 juta per jamah.
Bila kita cemati, jamaah yang sudah mendaftar dan siap diberangkatkan tersebut sebagian besar masyarakat dari golongan ekonomi kelas menengah-bawah bahkan tidak berlebihan kalau saya katakan ada sebagian jamaah yang mendaftar haji atau mau berangkat haji justru menjual kebon atau sawah atau aset berharga lainnya yang mereka dimiliki.