Suatu hari saya tertegun memandangi suatu pemandangan antri panjang di salah satu gerai makanan modern.
Anak negeri ini bersedia antri berlama-lama untuk membeli makanan, nasi plus ayam goreng dilengkapi saus tomat dan saus cabe tersebut. Pemandangan tersebut dapat kita temui di Mall-Mall, di restoran-restoran dan di gerai-gerai.
Kemudian pada saat yang lain saya terhenyu, menyaksikan pemandangan yang bertolak belakang yakni betapa sedikit dan sepinya pengunjung pada warung gado-gado disuatu kawasan strategis dan ramai orang berlalu-lalang.
Sepertinya, anak di negeri ini termasuk anak di daerah ini, Kota Palembang pada khususnya dan di Provinsi Sumatera Selatan pada umumnya, enggan untuk makan gado-gado tersebut, mereka lebih memilih makanan lain sebagai menu makannya..
Jika dicermati, makanan yang mereka makan tersebut terkadang dari aspek nutrisi tidak sebanding dengan nutrisi yang terkandung didalam gado-gado tersebut.
Betapa tidak, karena gado-gado dengan ragam sayur mayur dan kuah kacang ditambah lontong tersebut mengandung berbagai vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Namun, sayang makanan khas negeri ini justru tidak digandungi oleh anak negeri ini sendiri.
Mengapa Demikian?
Jika kita simak, sebenarnyatidak hany itu, masih ada lagi makanan modern yang digandrungi anak negeri ini, mengapa berbagai makanan modern tersebut digandrungi mereka.
Banyak aspek yang mendorongnya, menurut saya salah satu aspek yang menonjol adalah "aspek gengsi" atau "aspek prestise".
Mereka rela antri panjang demi prestise, mereka tidak ingin dibilang ketinggalan alias kuno, mereka ingin mendapatkan pengakuan dari kawan-kawan atau publik. Bila perlu ber-selvi ria terlebih dahulu sebelum menyantap makanan tersebut.