Lihat ke Halaman Asli

AMI MUSTAFA

Apalah apalah, jangan ribet! aku sendiri sudah cukup ribet orangnya

Balita Minta Cerai

Diperbarui: 20 November 2020   11:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemarin lihat postingan video seorang teman di Ig. Isinya tentang percekcokan empat orang anak yang memperebutkan seorang lelaki yang diakui salah seorang anak sebagai suaminya. Jadi satu anak berperan sebagai seorang istri, satunya lagi sebagai pelakor, yang lain sebagai anak yang membela ibunya. Lucu sih, apalagi pas adegan yang entah sengaja atau tidak seorang anak jatuh tersungkur sampai merosot di tanah saat baru mau mulai take.

Tapi kata-kata yang digunakan anak-anak itu buatku kok rada miris ya. Itu kan pantasnya adegan yang dilakukan oleh orang dewasa, minimal remaja lah. Dan yang bikin miris lagi ternyata video itu viral. Anak-anak itu sampai diundang ke salah satu stasiun televisi ibukota lho. Jadi  bintang tamu sebuah akun YouTube artis huru hara juga lho. Di akun YouTube itu pas mereka diminta memperkenalkan diri salah seorang bilang begini :

"Nama saya, (dia menyebutkan namanya), biasa dipanggil PELAKOR"

Dengan ekspresi wajah yang gimana gitu. Aduh nak, kok kayak bangga dipanggil begitu, pikirku miris. Mereka baru berusia 13, 9, 10 dan 11 tahun lhoo..

Iya, betul mereka berkarya, akting, membuat konten untuk menghibur, lucu-lucuan. Tapi kan bisa pakai tema lain. Pakai tutur kata dan bahasa yang sesuai untuk anak seusia mereka. Ada banyak kok anak-anak yang diarahkan membuat konten yang khas anak-anak, seperti mengekspos keluguan khas anak kecil, dengan bahasa yang pantas, tidak antagonis tapi toh tetap lucu dan menghibur.

Ada lagi video yang tersebar di grup WhatsApp yang isinya tentang seorang balita minta cerai. Balita! Ya ampun, sekali lagi, ini mungkin buat sebagian orang lucu, sesungguhnya ini miris!! Itu anak bahkan belum lurus mengucapkan kata cerai.

Perilaku anak yang dewasa sebelum waktunya dipengaruhi media sosial dan lingkungannya.

Tontonan anak zaman sekarang kan Televisi, YouTube. Tingkat kecerdasan anak-anak generasi alpha yaitu anak yang lahir di atas tahun 2010, juga termasuk tinggi. Mudahnya memiliki gadget dan mendapatkan akses internet,  ikut mendukung anak-anak ini mendapatkan tontonan yang kadang tanpa filter, tanpa batas. Mereka cepat menyerap apa saja baik yang positif maupun negatif dari tontonan mereka. Dipengaruhi lingkungan, hmm,.. Orang-orang dewasa mengapresiasi mereka, menganggapnya lucu dan menghibur lalu share dan akhirnya viral, lalu ada banyak anak lain yang ikut termotivasi membuat konten yang mirip, apa itu bisa disebut lingkungan mempengaruhi mereka gak ya? Menurutku sih iya, lingkungan disini termasuk netizen juga kan.

Tentu saja banyak orang tua khawatir melihat perubahan tingkah laku dan dunia anak jaman sekarang yang jauh berbeda dengan jaman dulu. Tapi melarang anak bermain gadget juga bukan solusi yang tepat. Menyalurkan energi anak dengan aktivitas fisik seperti olahraga, menari, merawat tanaman mungkin bisa membuat mereka mengurangi pemakaian gadget.

Peran orang dewasa terlebih orang tua sangat perlu untuk membuat anak-anak tumbuh sesuai usianya. Orang tua tetap membatasi anak bermain gadget dan ikut memfilter konten yang dikonsumsi anak. Jika tidak otak di bagian prefrontal korteks yang mengatur empati, kognitif dan emosi anak bisa terpengaruh. Dan itu berimbas pada perilaku si anak. Bisa membuat anak mengalami masa pubertas lebih dini.

Anak main dandan-dandanan atau bermake-up terus pura-pura mau ke pesta, itu sih biasa ya. Mungkin meniru kakak atau ibunya berdandan. Lah jaman sekarang anak-anak bau iler ini berdandan betulan untuk menarik perhatian lawan jenis. Sudah main naksir-naksiran. Adduh. Lebih parahnya lagi mereka sudah mengenal patah hati atau cemburu saat melihat lawan jenis yang disukainya bersama orang lain. Anak-anak itu sebenarnya mengerti nggak sih dengan apa yang mereka rasakan. Disinilah peran orang tua dibutuhkan untuk membantu anak mengenali perasaan mereka dan apa yang pantas apa yang berlebihan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline