Lihat ke Halaman Asli

Amhalogi

Tendik dan Freelancer

Agama sebagai Solusi

Diperbarui: 9 April 2024   10:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Dokpri)

Apakah kegiatan agama yang kita ikuti apakah memberikan dampak atau tidak, atau hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban semata?


Apakah sang guru atau ustadz yang mengampu pengajian juga memiliki wawasan yang terbuka dalam menghadapi kemajuan zaman atau cenderung berpandangan masih primitif?

Dua fenomena di atas akan semakin terpuruk jika menutup mata dengan kemajuan zaman yang sangat masif ini. Yang ada hanya ritual rutinan semata. Tak.ada efek yang berpengaruh terhadap pandangan hidup.

Ngaji yang diikuti dari zaman dulu hingga sekarang, perasaan itu-itu saja yang dibahas. Ilmu fiqih yang selalu dikaji, lebih tepatnya tentang bab sholat yang selalu dibahas, dibolak-balik. Bagian yang lainnya mana? Fiqih siyasah, muamalah, jinayah bahkan fiqih ekologi dan lainnya. Bukankah agama itu tidak hanya mengurusi sebatas fiqih sholat saja?

Lalu kemudian dimana bahasan ilmu yang lainnya juga. Semisal tauhid, tafsir, hadits, sirah, tasawuf dan sebagainya. Minimal kontektual dengan kekinian; mengajarkan sesuatu yang baru untuk memecahkan problematika kontemporer. Ini namanya baru ngaji yang keren dan modern.

Sebagai contoh kecil misalnya saja hukum gadai dan caranya. Lalu dibenturkan dengan kebiasaan masyarakat kita. Sudah sesuai dengan hukum fiqih atau tidak. Hukum gadai yang digunakan masyarakat lebih condong ke arah mana? Ke hukum syariat islam atau hukum komunis?

Bila kita lihat secara seksama dan ditimbang dengan pendekatan ilmu fiqih, tentu pendekatan gadai yang digunakan di masyarakat kita sangat jauh dari tatanan syariat islam. Kenapa demikian? Sebab sejatinya yang diuntungkan adalah orang yang punya duit.

Di masyarakat kita sangat lumrah jika seseorang menggadaikan sawah atau kebunnya kepada seseorang, maka secara otomatis pengelolaannya juga berubah ke pihak lain. Sedangkan si pemilik seolah sudah tidak punya hak untuk mengelola.

Setelah pemilik lahan memiliki uang penebus/pengganti gadai yang nominalnya telah disepakati diawal, maka hak pengelolaan tersebut barulah kembali kepada pemiliknya. Ini yang lumrah di masyarakat kita. Padahal jika dikembalikan kepada syariat islam, jelas pengelolaan di atas sangat tidak sesuai.

Syariat islam mengajarkan bahwa pengelolaan lahan/kebun atau sawah yang digadaikan tetap menjadi hak pemilik lahan. Sebab, jika pengelolaan lahan tersebut berpindah ke orang lain, lantas dari mana ia bisa melunasi gadaian tersebut. Terlebih, bila lahan tersebut sumber penghasilan satu-satunya.

Aspek yang ditekankan oleh agama ialah semangat saling tolong-menolong. Bukan seolah menambah kaya si kaya dan menambah susah orang yang tak punya.

__ Amha, penulis adalah pendiri saung ABC




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline