Saya merespon positif kritik pakar hukum Saldi Isra di Kompas.com (7/3) perihal “DPD Memprihatinkan, Kewenangan Terbatas tetapi Cakar-cakaran”. Saya anggap itu pandangan positif sebagai pakar yang mengamati dari luar. Namun kondisi objektif internal tentu berbeda dengan Anggota DPD sendiri yang mengalami langsung masalahnya.
Hemat saya, pemicu pokoknya itu adalah keresahan Anggota DPD yang dengan kewenangan terbatas dan harapan Amandemen UUD NRI Tahun 1945 sebagai pintu masuk memperkuat wewenang tidak kunjung terwujud. Malah untuk waktu dekat ini sepertinya tidak mungkin terjadi dengan kondisi politik sekarang ini, karena Presiden Jokowi pasti tidak ingin terganggu pemerintahannya. Padahal Amandemen pasti dibarengi dengan hiruk-pikuk politik. Di depan Presiden saat Konsultasi DPD RI dengan Presiden pada Jumat, 16 Desember 2016, telah saya kemukakan bahwa jadi tidaknya Amandemen, jangkar politiknya ada di Istana
Kondisi politik tersebut diatas diperparah dan dipicu pula oleh gaya dan prilaku kepemimpinan DPD selama ini, yang tidak menggambarkan kepemimpinan parlemen, tapi lebih semacam pimpinan perusahaan. Dan berujung fatal dengan dipenjarakannya Ketua DPD dalam kasus korupsi. Dalam pada itu, putusan MK yang sedikit mengangkat martabat DPD dalam proses legislasi di DPR tidak diindahkan oleh DPR sendiri aliasDPD tidak dianggap oleh DPR.
Untuk mempermudah komunikasi dengan DPR, saya sendiri sudah lama menyarankan agar setiap Anggota DPD punya orientasi yang jelas dengan partai-partai politik yang ada di DPR. Tapi maksud saya hanya sebatas anggota atau maksimal dalam Dewan Pembina/Penasehat/Kehormatan bukan dalam aktifitas harian atau pengurus harian. Dan sebaiknya tidak semacam ‘bedol desa’ secara berkelompok masuk ke partai tertentu, meski hal itu tidak dilarang Undang-Undang.
Terakhir ini, ada semacam kampanye sosialisasi menginginkan perlunya seorang Ketua DPD dari ketua umum partai politik yang dekat dengan Presiden Jokowi, seorang pemberani, berwatak keras, banyak akal, ceplas-ceplos tanpa tedeng aling-aling. Seorang politikus senior dari DPR mengatakan, “mungkin DPD memang perlu dipimpin oleh orang seperti Donald Trump supaya menarik perhatian.”
Tapi saya sendiri berpendapat bahwa dalam perjuangan politik itu diperlukan kesabaran politik dengan memperhitungkan segala kondisi, dan yang terpenting adalah konsistensi serta punya akhlak politik negarawanan.
AM Fatwa, Politikus tiga zaman
(Tautan berita bisa dilihat di sini)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H