Lihat ke Halaman Asli

Amer Sabili

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi

Napas Ekonomi di Tengah Krisis Kesehatan Pandemi Covid-19

Diperbarui: 2 Juli 2021   01:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sudah 1 tahun lebih semenjak masuknya wabah virus COVID-19 di Indonesia pada Maret 2020. Segala kebijakan telah diterapkan guna memutus rantai penyebarannya, mulai dari PSBB hingga PPKM. Keberlangsungan penerapan PSBB di awal April 2020 cukup memberikan dampak yang signifikan. Tak hanya menciptakan krisis kesehatan, pandemi COVID-19 ini juga mengganggu kestabilan arus ekonomi nasional. Adanya pembatas yang berlangsung selama kurang lebih 3 bulan pada saat diterapkannya PSBB berdampak luas pada kegiatan produksi, distribusi, dan kegiatan operasional lainnya.

Pertumbuhan ekonomi yang mengalami kemerosotan sepanjang 2020 lalu tak lepas diakibatkan tergerusnya daya beli masyarakat. Padahal, kegiatan konsumsi rumah tangga adalah tumpuan dalam laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 

Penerapan PSBB dalam mencegah penyebarluasan virus COVID-19 menyebabkan terbatasnya mobilitas dan aktivitas masyarakat yang mengakibatkan menurunnya permintaan domestik.

Memasuki masa transisi (new normal) setelah adanya pembatasan selama 3 bulan menciptkan masalah baru dalam kehidupan masyarakat. Keterpurukan ekonomi mendorong pemerintah untuk akhirnya kembali menghidupkan roda ekonomi dengan segala keterbatasan yang ada. 

Dengan penuh harapan, adanya kelonggaran dapat kembali membangun kekuatan ekonomi di masyarakat. Kebijakan ini tentunya disambut gembira oleh para pelaku usaha, terlebih sektor swasta yang bisnisnya mengalami kemunduran akibat adanya pembatasan.

Kegiatan ekonomi kembali berjalan dengan menyesuaikan kondisi serta penerapan protokol kesehatan yang ketat. 

Meskipun begitu, tak jarang ada perusahaan yang masih menerapkan system WFH (work from home) seperti penyedia jasa asuransi, pekerja kantor, penyedia layanan internet, online shopping, dan lain-lain. 

Tetapi WFH tidak dapat diterapkan pada perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi barang, mengingat dalam kegiatan produksi mengharuskan adanya operasional yang dilakukan oleh manusia, yang membuat tak terhindarnya kontak fisik.

Kembali beroperasinya kegiatan produksi pada industri dan pabrik-pabrik rupanya melahirkan masalah baru yang cukup krusial. Kontak fisik yang terjadi akibat harus berlangsungnya produksi melahirkan banyaknya laporan kasus positif. Kegiatan industri yang juga merupakan prioritas dalam menghidupkan roda ekonomi pun akhirnya memuncul klister baru dalam penularan virus COVID-19. Lonjakan kasus positif COVID-19 tak terhindarkan akibat kembali dibukanya mobilitas dalam masyarakat.

Banyaknya laporan kasus penularan akibat munculnya klister pekerja menuntut perhatian yang lebih serius dari pemerintah dalam menangani masalah ini. Penerapan protokol kesehatan di lingkungan kerja khususnya pabrik dalam sektor produksi dapat dikatakan masih tidak ketat. Kurangnya perhatian akan penerapan protokol kesehatan oleh pelaku usaha diperparah dengan rendahnya kesadaran dari para pekerja dalam menerapkannya.

Kegiatan produksi pada industri dan pabrik yang tentunya berlangsung pada ruang tertutup dan kurangnya kesadaran dalam menerapkan protokol kesehatan menjadi alasan lingkungan kerja bukanlah tempat yang aman. etua Pusat Kajian Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Puskakes Uhamka) Bigwanto mengatakan, banyaknya laporan kasus karyawan positif corona menjadi bukti bahwa saat ini belum waktunya industri dibuka kembali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline