Lihat ke Halaman Asli

Amelya Budhiantie Putr

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Pro Kontra Penerapan Hukuman Kebiri Kimia bagi Pelaku Kekerasan Seksual Anak

Diperbarui: 16 Mei 2023   14:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tahun 2022 terakhir terdapat 11.016 kasus kekerasan seksual di Indonesia. Data ini terhimpun dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA).

Kekerasan dan pelecehan seksual tidak hanya menimpa perempuan dewasa saja, anak-anak di bawah umur juga bisa menjadi korban kejahatan ini. Kekerasan seksual merupakan tingkah laku seksual yang tidak wajar sehingga menimbulkan kerugian yang serius bagi para korban.  Dampak dari kekerasan seksual bagi korban bisa bersifat permanen dan berjangka panjang. Tentunya kekerasan seksual sangat membahayakan bagi anak-anak kecil.  Bagaimana sanksi yang diterapkan oleh pemerintah terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak ?

Sanksi bagi Pelaku kejahatan Seksual terhadap Anak

Berdasarkan UU No.17 tahun 2016 pelaku kejahatan seksual terhadap anak dapat dikenakan sanksi hukuman pidana mati, pidana seumur hidup dan maksimal 20 tahun serta pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. Pelaku juga dapat dikenai kebiri kimia dan pemasangan pendeteksi elektronik.

Hukuman kebiri kimia pertama kali muncul di indonesia pada tahun 2016. Hal tersebut terjadi karena maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas undang undang 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pada saat itu, dianggap belum memberikan efek jera kepada pelaku dan kurang efektif untuk mengurangi kasus kekerasan seksual terhadap anak, sehingga pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mengatur tentang ada nya sanksi kebiri kimia. Kemudian PERPU No. 1 /2016  menjadi UU No.17/2016

Adanya penerapan hukuman kebiri kimia kepada pelaku kejahatan ternyata menimbulkan perdebatan di dalam masyarakat. Mereka yang pro terhadap hukuman kebiri kimia memandang bahwa kebiri kimia adalah langkah pencegahan yang tepat dan berfungsi sebagai efek jera bagi pelaku yang mengulangi perbuatannya. Berdasarkan penelitian pustaka yang telah dilakukan, menunjukan bahwa tindakan kebiri kimia akan efektif jika dijatuhkan kepada pelaku persetubuhan yang menderita gangguan pedofilia. Pelaksanaan kebiri kimia  dilakukan secara bertanggung jawab dan sesuai etika medis. Pemerintah dalam melaksanakan penerapan kebiri kimia juga telah mempertimbangkan aspek perlindungan untuk tetap hidup normal di tengah-tengah masyarakat.

Kebiri Kimia melanggar Hak Asasi Manusia

Berdasarkan Laporan World Rape Statistic Tahun 2012, ditemukan bahwa hukuman mati atau hukuman kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual di berbagai negara di dunia tidak  efektif  untuk menimbulkan  efek  jera. Selain itu, Penerapan kebiri kimia adalah sebuah pelanggaran HAM sebagaimana tertuang dalam konvensi internasional yang telah diratifikasi kedalam hukum nasional indonesia. Antara lain  Kovenan Hak Sipil dan Politik (Kovenan Hak Sipil/ICCPR), Konvensi Anti Penyiksaan (CAT), dan juga Konvensi Hak Anak (CRC),  penghukuman badan, dalam bentuk apapun harus dimaknai  sebagai  bentuk  penyiksaan  dan  perbuatan  merendahkan  martabat manusia. Kebiri  kimia juga  melanggar  HAM  sebagaimana  telah diatur  dalam  UUD  NRI  1945  terutama  Pasal  28G  ayat  (1)  dan  ayat  (2) serta  Pasal  28I  ayat  (1).

Negara dunia yang menerapkan hukuman kebiri kimia

Meskipun kebiri kimia dianggap melanggar Hak Asasi Manusia, ternyata banyak negara di dunia yang menerapkan Undang-Undang yang mengatur tentang kebiri kimia, yakni Denmark sejak tahun 1929, Finlandia sejak tahun 1970,  California sejak tahun 1977, Argentina sejak tahun 2010, Korea Selatan, Australia, dan Selandia baru sejak tahun 2011, Moldova sejak tahun 2012 dan sebagainya.

Penerapan kebiri kimia di  Korea Selatan hanya dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan para ahli kesehatan yang menunjukan bahwa pelaku kejahatan seksual  cenderung  akan  mengulangi  perbuatannya lagi. kemudian, Prosedur  kebiri  kimia  akan  dilakukan  setelah  ada  diagnosis  dari  psikiater,  baru  pihak  kejaksaan  akan  melakukan  proses  kebiri. Hukuman kebiri kimia ini termasuk hukuman pemberatan, sehingga pelaku kejahatan seksual tetap menjalani hukuman kurungan sesuai Undang Undang yang berlaku. hal ini tentunya berlaku di semua negara yang menerapkan hukuman kebiri kimia.

Daftar Pusataka :

Hukuman, P., Kimia, K., Pelaku, B., Seksual, K., & Qur'aini Mardiya, N. (n.d.). Implementation of Chemical Castration PunishmentFor Sexual Offender. http://www.komnasperempuan.go.id/wp-content/uploads/2013/12/Kekerasan-Seksual-Kenali-dan-Tangani.pdf

Afifah, R. M., & Astuti, P. (n.d.). PENGATURAN HUKUMAN KEBIRI BAGI PEMERKOSA ANAK. https://www.bps.go.id/webiste/pdf_publikasi/Statistik-

Kekerasan Seksual Jadi Jenis Yang Paling Banyak Dialami Korban Sepanjang 2022 | Databoks". 2023. Databoks.Katadata.Co.Id. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/02/03/kekerasan-seksual-jadi-jenis-yang-paling-banyak-dialami-korban-sepanjang-2022#:~:text=Sepanjang%202022%20terdapat%2026.112%20kasus,ini%20diambil%20berdasarkan%20waktu%20pelaporan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline