Hei kawan,sa pung nama Frans Kaisiepo,itulah cara kami memperkenalkan diri di Papua. Perkenalkan saya adalah salah satu pahlawan kemerdekaan Indonesia,Saya lahir di Wardo ,Biak, Papua,pada tanggal 10 Oktober 1921. Saya lahir dari keluarga yang sederhana,nama ayah saya adalah Albert Kaisiepo,ayah saya memiliki garis darah keturunan kepala suku Biak Numfor dan seorang pandai besi yang terdidik secara kolonal. Ibu Saya bernama Alberthina Maker,ibuku meninggal Ketika aku masih berusia 2 tahun,masih sangat belia bukan,sedihnya lagi tidak lama dari wafatnya ibu saya,ayah saya menyusul ibu saya.
Sejak saat Ayah dan Ibu saya meninggal, saya dititipkan kepada bibi saya,saya tumbuh Bersama sepupu saya,ia bernama Markus,dia sudah saya anggap seperti adik saya sendiri meskipun dengan kondisi seperti itu beruntungnya saya tumbuh dengan baik. Dan untungnya saya mendapatkan lingkungan yang cukup mendukung dalam pembentukan karakter kepemimpinan saya, dan saya juga mempunyai pergaulan yang baik di masyarakat,dan walaupun saya tumbuh tanpa kedua orang tua,justru itu membentuk saya menjadi seorang yang Tangguh dan memiliki jiwa kepimpinan.
Mungkin kalian semua masing asing dengan nama ku "Frans Kaisiepo", tapi aku sering kalian lihat di mata uang bernilai sepuluh ribu rupiah.saya juga merupakan pahlawan pertama dari Papua yang wajahnya di cetak di mata uang Indonesia Setelah kalian memikirkannya pasti kalian ingat dengan wajahku,iya bukan?,tetapi sangat saya sayangkan adalah ketika orang ditanya mengenai nama ku masih banyak sekali orang yang masih bingung,lupa,atau bahkan tidak tau sama sekali mengenai diriku,mereka juga masih mempertanyakan siapakah aku ini,apakah aku benar-benar merupakan pahlawan Indonesia, Lalu yang membuat ku merasa sedih juga yaitu banyak orang yang masih menghina ku karena penampilan ku,tapi tak apa,aku akan menceritakan semuanya disini,agar kalian lebih bisa mengenalku lebih banyak lagi.
Dalam hal Pendidikan saya menempuh Pendidikan di sekolah dengan system Belanda.Pada tahun 1928-1931,saya bersekolah di sekolah rakyat,setelah lulus dari sana saya melanjutkan Pendidikan ke LVVS di Korido sampai dengan tahun 1934,lalu saya kemudian melanjutkan sekolah saya ke Sekolah Guru Nornalis di Manokwari,lalu setelah saya lulus saya mengikuti kursus Pamong Praja di Jayapura selama 7 bulan mulai dari bulan Maret sampai dengan bulan Agustus di tahun 1945,disitu saya bertemu salah satu pengajar,yang mungkin banyak diketahui banyak orang,yaitu Seogoro,dulunya beliau merupakan salah satu murid sekaligus mantan guru di Taman Siswa Kihajar Dewantar,sejak saya bertemu beliau jigas nasionalis saya semakin berkembang dan saya lebih bersemangat untuk
memperjuangkan Negara Kesatuan Indonesia beserta Papua .Lalu sejak saat itu saya mulai belajar nilai-nilai nasionalisme,karena Seogoro merupakan orang pertam yang mengajarkan nilai-nilai dan juga sikap nasionalisme kepada semua muridnya. Pada akhir Agustus 1945 saya Kembali ke Biak,dan semangat saya terhadap Negara Indonesia masih membara di jiwa saya.
Pada 31 Agustus 1945,setelah kemerdekaan Indonesia,saya mengadakan sebuah upacara,lengkap juga beserta pengibaran bendera merah putih dan juga tentu saja menyanyikan lagu "Indonesia Raya"
"Dalam rangka merayakan Kemerdekaan Indonesia ayo kita lakukan upacara"usul saya kepada seluruh warga papua.
"Tapi Bapa,di daerah kita ini masih banyak Belanda,apa tidak akan membuat kericuhan?"
"mungkin saja terjadi keributan dan pastinya mereka tidak akan suka dengan upacara ini,sekarang juga mereka sedang memperingati hari kelahiran ratu Belanda Wihelmina, tapi apa boleh buat kita adalah orang asli sini,sedangkan mereka hanya pendatang! ayo kita laksanakan!
"Baiklah bapa"
Pada Hari Pelaksanaan
"Ayo kita laksanakan upacaranya, saya mohon semua orang dapat menikmatinya dengan sikap yang hikmat." ucap saya kepada semua peserta upacara
"Baik Pak" seru semua peserta upacara.
Akhirnya kami pun melaksanakan tersebut meskipun terdengar sampai ke kuping Belanda dan pejabat NICA Belanda bernama Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo yang berada di Indonesia Timur sangat tidak menyukainya. Kami tidak peduli dengan mereka kami hanya ingin melaksanakan upacara kemerdekaan negara kami sendiri,di tanah air kami sendri.
Saya juga ikut terlibat dalam komite Indonesia Merdeka atau yang lebih sering dikenal KIM,saat saya bergabung banyak sejkai masalah yang datang salah satunya adalah Ketika Marthin Idney mencoba memberontak di Jayapura,saat itu saya berada di Biak,mau tidak mau saya terbang ke Jayapura dengan pesawat menyebrangi lautan kira-kira sekitar 40 menit.
Sesampainya di Jayapura saya langsung menemui Marthin Idney
"Apa maumu ?" tanya saya kepadanya
"Saya ingin merebut keindahan Jayapura ini" jawabnya
"Apa maksudmu" tanyaku kembali
"Seperti yang anda ketahui Jayapura memiliki keindahan yang luar biasa bukan,ya tentu saja saya ingin merebutnya"
"Bisa-bisanya kamu berbicara seperti itu!"
Saya benar benar marah kepadanya dan sekuat tenaga mengusirnya dari Jayapura. Untungnya saya berhasil mempertahankan Indonesia
Saya juga mendirikan Partai Indonesia Merdeka pada Juli tahun 1946,dan juga sebagai kepala distrik yang berpengaruh di biak,sebenarnya Belanda tidak merasa perlu dekat dengan saya dan meskipun mereka mencoba mendekatkan kepada saya,pastinya akan saya tolak mentah-mentah juga. Mereka sering kali mengajak saya kedalam forum-forum yang melibatkan mereka dengan Indonesia Timur,tentu saja saya tidak mau. PIM adalah bentuk saya dan kawan-kawan saya berupaya menjaga nasionalisme keindonesiaan saya.
Saya sangat mencintai Indonesia,khususnya Papua,menurut saya Papua adalah surga kecil yang jatuh ke bumi.saya sangat berusaha untuk mengembangkan dan memajukan Papua dengan sebaik-baiknua,meskipun tentu saja saya tahu bahwa itu tidak mudah untu dilakukan,tapi saya benar-bear akan berusaha sebaik mungkin untuk melalukannya,saya juga ingin Papua tidak dipandang sebelah mata oleh siapapun,karena daerah kami yang angat terpencil dan juga sulit untuk dijangkau, tetapi saya tidak akan menyerah.
Saya tidak suka dengan nama Papua menurut saya nama Papua itu sendiri mengadung Pelecehan dan penghinaan. Saya sebagai orang Biak,saya akhirnya memikirkan nama Irarian,yang artinya cahaya yang mengusir kegelapan. Menurut saya nama itu lebih cocok menggantikan nama Papua. Saya juga menyuruh adik saya,Markus untuk mengganti nama sekolah nya yang asalnya Papua Bestuur School menjadi Irian Bestuur School,itulah ulah saya agar nama Papua berubah menjadi nama Papua