Lihat ke Halaman Asli

Siti Amalia

SMPN 17 Kota Bogor

Pemberdayaan Perempuan di Sekolah

Diperbarui: 21 Agustus 2018   08:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Rejeki dari Tuhan bukan hanya uang. Tetapi salah satunya adalah kita dianugrahi teman-teman yang baik. Seperti teman-teman kerja saya. Saya banyak-banyak bersyukur bisa berteman serta bekerja sama dengan mereka. 

Saya bekerja di salah satu SMP Negeri di pinggiran kota Bogor. Bila awal tahun pelajaran tiba, kami diumumkan kepanitiaan untuk satu tahun pelajaran. 

Jadi semua guru mendapatkan porsi yang sama untuk kepanitiaan. Namun tidak untuk beberapa guru. Bila ada workshop yang bersifat situasional, hanya orang-orang itu saja yang dipilih kepala sekolah untuk menjadi tim panitia. Alasan kepala sekolah karena orang-orang tersebut sudah hafal job description-nya. Saya termasuk di dalam tim panitia tersebut.

Alasan kepala sekolah tersebut tentulah banyak menimbulkan berdebatan. Orang-orang di luar tim tersebut, menyayangkan keputusan kepala sekolah itu. Apalagi tim panitianya bukan para wakasek. 

Hal yang berbeda dengan keputusan kepala-kepala sekolah sebelumnya yang memasukkan semua unsur wakasek ke dalam kepanitiaan. Selain untuk perampingan kepanitiaan, ada alasan lain yang hanya kepala sekolah yang tahu.

Alasan lain yang dikemukakan oleh teman-teman kerja yang lain terkait dengan panitia itu-itu saja adalah agar ada regenerasi kepanitiaan. Ini pun sebenarnya banyak ditentang sebagian dari teman-teman. Ada yang berpendapat malah senang dan bahagia tak dipilih jadi panitia, karena tidak repot. 

Jadi sebenarnya apapun keputusan kepala sekolah pasti akan menimbulkan pro dan kontra. Setelah sekian lama pembentukan tim panitia berpolemik, akhirnya alasan itu terbongkar, mengapa panitianya perempuan semua, para wakasek yang notabene semuanya laki-laki tidak diikutsertakan dalam kepanitiaan. 

Dengan peraturan keuangan BOS yang baru, kepanitiaan itu tidak ada uang lelahnya. Bahkan makan siang atau snack pun ditiadakan. Sehingga alasan kepala sekolah memilih panitia perempuan adalah karena tidak ada bayaran, para perempuan lebih bebas berkarya. 

Para perempuan mendapatkan nafkah dari para suami mereka. Bila para laki-laki yang menjadi panitia, pak kepsek kasihan karena mereka tidak dibayar. Sedangkan mereka harus menafkahi anak istri.

Sungguh saya terharu sekali dengan alasan pak kepala sekolah. Sampai dari sisi itu beliau memikirkannya.

Sejak saat itu pemikiran saya berubah. Saya lebih melihat dari sisi kelaki-lakian dan keperempuanan dalam bekerja. Bila suatu pekerjaan ada uang lelahnya, saya sering melimpahkan pekerjaan itu kepada teman-teman yang laki-laki. Bila tak ada uang lelahnya, saya sungguh bahagia mengerjakannya. Saya tak mau egois. Toh saya sudah lebih dari cukup diberi nafkah oleh suami saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline