Lihat ke Halaman Asli

Amel Widya

TERVERIFIKASI

PPNASN

Puisi | Gelak Duka di Zona Erotis

Diperbarui: 25 Februari 2020   00:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hujan sedang rajin menyapa kita. Hawa dingin memaksa kita meringkuk di balik selimut, melihat dunia di dalam layar kaca, mempertanyakan perkara sperma berenang-renang mencari pintu rahim, dan mengasihani kota yang serupa kolam renang raksasa.

Di layar kaca, seseorang menjual kata-kata. Kita memilih tertawa daripada geleng-geleng kepala. Air antre masuk ke tanah, katamu. Jangan melanggar sunatullah, kataku. Hawa dingin menjadi-jadi. Seseorang di layar kaca terus menjual kata-kata. Di genting, hujan seperti wartawan yang diam-diam mengarang berita.

Pejabat dan wartawan tak ubahnya sepasang kekasih: senang membesar-besarkan hal-hal kecil. Mereka terlihat saling memusuhi, padahal sebenarnya saling mencari. Kata-kata di layar gawai berhamburan ke mata kita. Di zona erotis, berahi kita menggigil dikunyah dingin.

Hujan masih rajin menyapa kita. Seseorang di layar kaca tetap pamer kilah. Ia sepertinya senang melihat air mata warga bercumbu dengan air hujan. Ia sepertinya lebih mencemaskan nasib kata-kata daripada nasibnya sendiri. Ia sepertinya tidak punya kebutuhan yang kuat akan cinta dan penerimaan. Tiba-tiba selimut mendarat di lantai.

Di layar gawai, wartawan seperti sutradara sinetron yang mengidap sindrom kejar setoran. Berita tak ubahnya agar-agar yang ditelan tanpa dikunyah. Kita mengelap keringat sambil geleng-geleng kepala. Tidurlah, katamu, besok pemburu berita sibuk mencari ulasan. Tidurlah, kataku, besok ada seseorang yang sibuk mencari alasan.

Amel Widya




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline