Lihat ke Halaman Asli

Amel Widya

TERVERIFIKASI

PPNASN

Bom Atom, Bandit Idiot, dan Politik Korup Indonesia di Mata Allan Karlsson

Diperbarui: 28 Juni 2019   08:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Allan Karlsson melarikan diri. Ia tidak suka ulang tahunnya yang keseratus dirayakan di panti jompo. Ia tidak suka karena pesta ultah di panti jompo alamat jauh dari sengit vodka. Maka ia melompat dari jendela kamarnya. Bekalnya cuma sandal kencing, sebab air seninya tidak pernah sejauh ujung sandalnya sejak ia renta. 

Kalau kamu lelaki berusia satu abad, jangan berharap air kencingmu lebih jauh dari ujung sandalmu, sebab kemaluanmu sudah layu dan kehilangan energi pipis. Ia melarikan diri dengan lutut yang mudah nyeri. Kalau kamu lelaki berusia seabad, jangan harap dengkulmu kuat dan tangguh.

Namun, Allan bukan kakek-kakek biasa. Ia memang sudah tua, malah sangat renta dan amat rentan terserang penyakit, tetapi ia menolak kodrat menua atau mati di panti jompo. Ia bosan menyelinap dari panti demi vodka yang harus ia sesap diam-diam. Ia bertindak sesuai keinginan dan harapannya.

Allan persis tokoh dalam bayangan Soren Kierkegaard, seseorang yang yakin pada dirinya sendiri (Either/Or 1, 94), pergulatan batinnya sendiri, dan gejolak kehidupannya sendiri.

Allan menolak berada di luar dirinya gara-gara memenuhi "apa kata orang" atau "yang menurut orang lain benar". Maka larilah ia dari penjara batin bernama panti jompo. Itu sebentuk tindakan spontan (immediate) dalam tilikan Kierkegaard.

Tibalah Allan di Stasiun Malmkoping, sebuah stasiun bus sepi di sebuah kota yang selalu sunyi bahkan pada Senin yang cerah. Orang pertama yang ia temui dalam babad pelariannya adalah pencinta sunyi. Lelaki Penjaga Loket. Lelaki yang setiap hari sepanjang hidup menghabiskan waktu di stasiun sepi.

Orang kedua yang Allan lihat adalah lelaki kerempeng berjaket denim dengan tulisan "Never Again" di bagian punggung. Orang itu menyeret-nyeret sebuah koper hingga pintu toilet. Orang itu celingak-celinguk seperti tengah kebelet kencing dan bingung mau di mana kopernya ditaruh. 

Orang itu pula yang tertatih-tatih mendekati Allan. Hanya basa-basi berupa sapaan "hei". Tidak ada kesopanan dengan analisis sosial mendalam (hlm. 7) ketika lelaki itu berkata, "Aku mau berak!"

Dari sini petualangan Allan bermula.

Meraut Ketajaman Mata Batin
Allan kesal. Bus Nomor 22 tiba di stasiun hanya beberapa detik setelah si pemuda berjaket "Never Again" menutup pintu toilet. 

Sedetik kemudian, Allan menyeret koper beroda ke bus dan segera menentukan tujuan. Stasiun Byringe. Ia harus segera meninggalkan Malmkoping demi menjauhi Direktur Alice--Komandan Jaga di panti jompo yang tidak suka kepadanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline