Lihat ke Halaman Asli

Amel Widya

TERVERIFIKASI

PPNASN

Katakan Sayonara pada Kendaraan Pribadi

Diperbarui: 30 April 2019   10:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: pngdownload.id [Dokumentasi pribadi]

Macet. Itulah kata pertama yang melintas di benak saya setiap mengingat Jakarta. Memasuki ibu kota Republik Indonesia itu tiada berbeda dengan memasuki belantara kemacetan. Jangankan jalan protokol, jalan tol saja macet.

Saya tidak asbun atau "asal bunyi". Terkait macet, Jakarta memang sudah sangat masyhur hingga ke seluruh penjuru dunia. Berdasarkan indeks yang dilansir oleh Stop-Start pada 2014, seperti dinukil oleh Rappler.com, kota yang menjadi jantung Nusantara itu didaulat sebagai Kota Termacet Sedunia. Predikat kedua dan ketiga masing-masing diduduki oleh Kota Istanbul dan Kota Meksiko.

Tingkat kepadatan Jakarta pada 2014 memang sangat tinggi. Meski begitu, tak usah kaget. Tingkat kemacetan di Jakarta kini mulai agak menurun. Riset yang dilakukan oleh Inrix pada 2017, sebagaimana dikutip oleh Kompas.com, menunjukkan penurunan kemacetan di Jakarta. 

Posisi kota yang dahulu pernah bernama Batavia itu menurun hingga ke peringkat 12. Tujuh peringkat teratas ditempati secara berurutan oleh Los Angeles (USA), Moskow (Rusia), New York (USA), Sao Paolo (Brasil), San Fransisco (USA), Bogota (Kolumbia), dan London (Inggris).

Mengapa kemacetan di Jakarta bagai penyakit yang sukar disembuhkan? Jawaban pendek yang bisa kita sorot adalah banyak faktor penyebabnya. Jawaban ini laksana kilah belaka yang kerap dijadikan alasan oleh pemerintah dan masyarakat untuk "melarikan diri dari belitan masalah". 

Ada pula jawaban lain yang sedikit nyeleneh: nikmati saja. Dan, jawaban lain itu bagai buah simalakama yang suka tidak suka mesti ditelan bulat-bulat oleh warga Jakarta ataupun siapa saja yang mencari hidup di Jakarta.

Mengapa Kita Malas Menggunakan Transportasi Massal?
Pertanyaan tersebut patut diajukan setiap orang yang sehari-hari bersentuhan dengan Jakarta. Bukan apa-apa. Transportasi massal yang terintegrasi sudah ada. Pilihan sudah tersedia. Jika kita enggan naik angkot atau minibus, setidaknya sudah ada Bus Raya Terpadu (Bus Rapid Transit, BRT) bernama Transjakarta. 

Pihak PT KAI juga sudah menambah jumlah kereta sehingga kita bisa menggunakan Komuter atau KRL Commuter Line. Sudah ada pula Moda Raya Terpadu (Mass Rapid Transit, MRT). Bahkan "angin surga" transportasi sudah berembus dengan kehadiran LRT Jakarta. Ya, LRT Jakarta sudah menguji coba Lintas Rel Terpadu (Light Rail Transit, LRT). Nikmat apa lagi yang hendak kita ingkari?   

Walaupun demikian, tetap saja banyak orang yang malas menggunakan transportasi massal karena berbagai alasan. Silakan tilik infografis berikut.

Dokumentasi Pribaadi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline