Hallo para penggemar dan pengagum membaca.....
Selamat menikmati cerita pertama kalinya saya jumpa dengan kapten
Semogga bisa terhibur ya...
Ada sosok laki-laki yang pertama kali saya berjumpa dan jatuh cinta kepadanya, beliau rela berkorban, sering bertengkar akan menghadapi panas maupun hujan dari cuaca tersebut yang sering dipaksa mampu untuk melewatinya, air yang selalu mengalir di tubuhnya justru memperkuat akan kegagahanya yang begitu kuat, merupakan laki-laki idaman yang belum pernah saya temui kedua kalinya, cerdas dan bijak ketika mengambil keputusan cukup dengan hati bersih yang begitu saya spontan mengatakan. Iya, benar itulah kaptenku beliau merupakan putra ke tiga dari lima bersaudara beliau lahir di Gisting
Pria Tangguh yang selalu menjadi motivasi di dalam kehidupanku. Ayah saya adalah seorang kapten tanpa pangkat yang rela mengorbankan dirinya untuk memperjuangkan keluarganya. Beliau yang menjadi pelindung, pendidik, tempat curhat dan juga sebagai Inspiratif terhebat yang pernah saya kenal selama ini. Beliau selalu berjuang untuk menghidupi keluargannya dengan cara yang baik dan benar. Sosok lelaki yang memberikan sebuah kenyamanan dan selalu bewarna di dalam keluargannya.
Usaha dalam berjuangnnya......
Pernah suatu ketika ketika beliau masih seumuran remaja ingin sekali mondok dengan aslinya realita dalam kehidupan keluargannya itu dari keluarga yang yang hidup dengan cukup tidak lebih dari itu, tetapi karena perjuangan beliau kegigihan semangat untuk mondoknnya beliau kenal dengan si Mbah KH. 'Asiq beliau yang terkenal dengan ilmu hikmahnnya dan menjadi pemangku Masjid Gisting Atas Kabupaten Tanggamus Provisi Lampung yang merupakan putra ke tiga dari si Mbah KH. Nur Muhammad Abdurrahim Busthamil Karim atau yang biasa di panggil dengan sebutan mbah Busthom. Nah pada waktu itu, ayah di ajak mondok/nyantri oleh mbah KH. 'Asiq ke Pondok Pesantren Roudlotussholihin Purwosari Padang Ratu Lampung Tengah Lampung. Untuk mondok di pesantren ayahnya Pondok Pesantren sang Ayah Mbah KH. Busthom.
Akan tetapi pada waktu itu mbah Busthom sudah meninggal jadi di lanjutkan oleh putra ke sepuluh mbah Busthom yang merupakan penerus Pondok Pesantrennya tersebut beliau bernama KH. Jamaluddin HB, beliau termasuk juga pengurus Nahdlatul Ulama Lampung dan juga merupakan Mursyid utama, pengurus idarotul wustho thoriqoh qodiriyyah naqsabandiyyah Yayasan Roudlotussholihin. Karena ada restu dari orang tua ayah saya ikut tindak mbah 'Asiq menuju Pondok dengan tidak membawa uang tunai sedikit pun hanya membawa beberapa helai baju untuk ganti baju nantinya. yang masuk daftar tanpa uang tunai pun beliau selalu di arahkan dari awal oleh sang Guru kesayangan beliau mbah 'Asiq tersebut Setelah sampai sana ayah saya di ajak untuk sowan ke ndalem setelah itu, Karena beliau termasuk keluarga yang kurang cukup selanjutnya untuk biayaanya beliau di bebaskan tanggungan di bantu oleh mbah 'Asiq, ayah di ajak untuk berkenalan dengan teman-teman yang lainnya di pondok itu di ajak ke sawah.
Ehhhhh....lucunya karena ayah berpakai rapih pas awal disana di kira itu juragan datang ingin survei sawah padahal karena di ajak berkenalan setelah itu di perkenalkan akhirnya saling mengenali...di samping itu ketika teman-temannya sekolah beliau bekerja sebagai bonusnya nanti bisa di gunakan untuk pembayaran-pembayaran mendadak nantinnya.
Dengan jangka yang begitu singkat berapa waktu kemudian ayah di suruh pulang oleh sang ibu yang juga merupakan nenek saya, akhirnya ayah sowan kepada mbah KH. Jamaluddin HB yang biasa di sebut dengan panggilan abah Jamal ini, beliau izin untuk pulang agar tetap selalu mendapat barokah dari abah Jamal.
Ternyata karena sosok beliau merupakan sosok yang bertanggung jawab atas kehidupan perekonomian di keluargannya dari satu dan dua kali beliau di izini pulang untuk yang terakhir kalinya ini niat ayah untuk sowan pamit pulang yang biasanya santri sebut itu boyongan sebelum ayah pamit pulang yang ke tiga kalinnya beliau sempat bermimpi bertemu dengan seseorang yang memberi tiga buah kelapa ternyata dari mimpinnya tersebut bisa di artikan bahwa beliau hanya bertahan dalam jangka tiga bulan di pondok pesantren.