Semakin canggih zaman, maka manusia di dalamnya harus lebih kreatif tentang bagaimana melawan laju inflasi tiap tahun yang menyebabkan analogi harga uang dan barang sepersekian waktu saja menjadi tidak lagi berharga sama. Dulu ketika tahun 2000-an, tepatnya ketika saya kelas 3 Sekolah Dasar, uang belanja saat itu adalah Rp 500,00. Sepiring nasi goreng waktu itu dihargai sekitar 200 rupiah. Setidaknya bisalah 2 kali makan nasi goreng pagi dan siang dengan uang belanja sebanyak itu. Ya, itu hanya teorinya saja. Adapun saya ketika itu baru datang ke sekolah saja sudah langsung mencari kantin dan menghabiskan 500 rupiah yang berharga itu sekejap mata dengan membeli sebuah cemilan, secepat bangunan dilalap si jago merah. Memang, nafsu untuk makan itu selalu membabi buta mengalahkan segalanya, itulah makanya zaman sekarang kafe dan tempat makan semakin menjamur. Related lah ya!
Come to era 4.0 atau sekarang sudah 5.0 mungkin ya, kompasioner, uang 500 dapat apa. Jajanan yang dulunya 500 itu sekarang sudah naik kasta jadi 1000. Yang dulunya 1000 up menjadi 1500 atau bahkan 2000. Yang dulunya ada toko dengan tagline serba 5000 sekarang menjelma jadi serba 35.000. Jauh kan ya jaraknya?
Oleh karenanya bertambah canggih suatu era, semakin uang yang dikejar mati-matian setiap bulan oleh para pegawai dan pekerja itu menjadi tidak berharga karena penyusutan nilai akibat inflasi. Sebagaimana diketahui, untuk menjaga agar uang tersebut tetap atau bahkan bertambah jumlah, tentu diperlukan perputaran uang. Perputaran uang pasti erat kaitannya dengan bisnis. So, bisnis apa yang memiliki profit paling aduhai di zaman yang semakin menggila ini? Yes, jawabannya bisnis yang erat kaitannya dengan dunia anak-anak.
Anak-anak dulu mungkin cukup saja dengan bermain masak-masakan menggunakan tanah, batu bata yang dihaluskan, daun-daun yang ditumbuk, dan tempurung kelapa. Wah, bahagianya tiada tara itu, sebagai anak-anak yang melalui masa kecil seperti itu, saya bahagia. Anak-anak dulu mungkin paling banyak interaksi dengan orang tua, karena kebanyakan orang tua tidak berprofesi sebagai pegawai, jadi banyak waktu alias quality time mereka bersama keluarga. Tapi sekarang? TOTALLY BEDA, kompasioner.
Para orang tua elit kalangan menengah ke atas lebih banyak menghabiskan waktu di tempat kerja daripada bersama keluarga mereka. Anak-anak, baik usia remaja atau bahkan bayi, sering ditinggal dengan pengasuh karena berbagai kesibukan dan kewajiban yang tidak bisa dialihkan kepada orang lain. Ketika hari libur datang, itulah saatnya orang tua membawa anak-anak ke tempat kesukaan mereka. Di mana lagi kalau bukan playground. Anak-anak senang, ortu pun riang.
Keberadaan playground ini adalah salah satu ide yang sangat sangat membantu orang tua menghabiskan waktu dengan anak anak. Biarpun hanya libur sekali dalam seminggu, cukuplah rasanya dengan menghabiskan berjam jam di playground yang notabene memiliki banyak wahana permainan.
Sangat jarang ditemui zaman sekarang di hari libur, ortu menghabiskan waktu bersama anak anak di rumah. Mungkin ada, tinggal beberapa persen saja. Oleh karenanya, kehadiran Playground. Sebagai sebuah sarana kebersamaan sangat sangat diperlukan. Terbukti dengan dibukanya salah satu Playground di sebuah kota besar yang langsung diserbu begitu launching. Mulai dari Februari sampai sekarang tak pernah sepi pelanggan.
So, boleh dicoba nih, kompasioner , bagi yang mau melirik dunia bisnis, yuk concern ke dunia anak anak, karena semakin canggih zaman, anak anaklah yang akan memimpin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H