Lihat ke Halaman Asli

Amelia Nur Fauziah

Public Relations

Kilas Balik Emansipasi untuk Memperingati Hari Kartini

Diperbarui: 21 April 2021   09:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

R.A. Kartini. (foto: grid)

21 April diperingati sebagai Hari Kartini, tepatnya untuk memperingati hari lahirnya Raden Ajeng Kartini. Ia adalah tokoh pahlawan Indonesia yang telah mengangkat emansipasi wanita khususnya di Indonesia. Pada zaman tersebut, pola pikir R.A Kartini sudah visioner dan dinamis demi majunya kaum perempuan di Indonesia.

Sosok R.A. Kartini tertuang dalam lagu kebangsaan Indonesia melalui lagu yang diciptakan oleh W.R Soepratman, Ibu Kita Kartini. Dari liriknya, Kartini digambarkan dengan sosok yang memiliki cita-cita besar khususnya dalam menjadi pendekar bangsa dan kaum perempuan. Perjuangannya selalu dikenang setiap peringatan "Selamat Hari Kartini"

Perjuangan Ibu Kartini

Raden Ajeng Kartini adalah sosok pahlawan yang dengan tegas berdiri menegakkan hak-hak kaum perempuan. Ia menuliskan perjuangannya dalam membela persamaan hukum, kebebasan, dan pendidikan yang layak. Dan ia berhasil membebaskan hak-hak tersebut hingga kini. 

Dilahirkan pada 21 April 1879 di Jepara, Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat berada di tengah-tengah keluarga bangsawan. Raden Ajeng sendiri gelar yang didapat kartini saat sebelum menikah, lalu berubah menjadi Raden Ayu setelah resmi menikah. 

Sejak dini, Kartini aktif bertukar pesan dengan surat-menyurat dengan temannya yang di Belanda. Ia cukup fasih dalam berbahasa Belanda, hingga terus berlangganan majalah-majalah kebudayaan Eropa walaupun dirinya hanya di rumah saja. 

Setelah banyaknya buku kebudayaan Eropa yang dibaca, Kartini tertarik pada titik utama perihal emansipasi wanita. Ia membandingkan budaya emansipasi di Indonesia dengan yang ada di Eropa. 

Terlebih lagi khususnya bagi wanita Jawa, Kartini berfikir bahwa tidaklah adil jika hanya dipingit sambil menunggu dilamar. Ia pun merasa banyaknya adat, justru menekan perempuan untuk tidak bebas dengan pendirian dan keinginannya sendiri. 

Habis Gelap Terbitlah Terang

Sepeninggal Kartini, seorang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda, J.H. Abendanon, mulai mengumpulkan surat-surat yang selama ini dikirimkan Kartini terhadap temannya di Belanda. 

Abendanon meyakini semua tulisan dan gagasan dari Kartini. Ia pun menyusunnya dan merangkum dalam satu buku yang diterbitkan, berjudul "Door Duisternis tot Licht" atau yang diterjemahkan berarti "Dari Kegelapan Menuju Cahaya" pada tahun 1911.

Tulisan Kartini berhasil merubah banyak persepsi orang akan wanita pribumi. Bahkan, saat waktu itu, Belanda mengubah pandangannya tentang bagaimana harus memperlakukan perempuan Indonesia.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline