Lihat ke Halaman Asli

Rizki Ameliasari

Trisakti School Of Management

Kontroversi Berlakunya PPN Sembako, Sebuah Kajian Opini

Diperbarui: 16 Juni 2021   11:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://kaltim.tribunnews.com/

Belakang ini salah satu isu hangat yang menjadi perbincangan serta kontroversi baru yang timbul pada lingkup masyakat Indonesia ialah terkait adanya bocoran RUU yang akan dikeluarkan oleh pihak kementerian keuangan terkait dengan pengenaan pajak pertambahan nilai terhadap sembako. Seperti yang diketahui, sembako merupakan salah satu bahan kebutuhan dasar atau bahan pokok yang memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Tentu saja, adanya Rancangan Undang -- Undang ini memancing berbagai reaksi dari publik, khususnya bagi masyarakat yang berada pada taraf ekonomi menengah hingga kebawah, yang notabennya untuk membeli sembako saja harus bersusah payah, apalagi ditambah dengan adanya pajak yang harus dikenakan terhadapnya.

Adanya pembebanan pajak penambahan nilai pada sembako ini juga diberengi dengan adanya kebijakan lain dari pihak pemerintah yang memperpanjang penghapusan pajak pembelian mobil, hal ini tentu saja semakin memancing reaksi public untuk mempertanyakan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak pemerintah yang diraskaan sangat tidak membela rakyat kecil yang harus berjuang demi memenuhi kebutuhan hidupanya.

Awalnya, Sembako tidak dikenakan panjak penambahan nilai hal ini dikarenakan sembako yang manyangkut beras atau gabah, jagung, sagu, kedelai, garam untuk konsumsi, daging, telur, satur mayur, serta buah -- buahan, umbi -- umbian, dan bumbu -- bumbu dapus juga gula, tidak dikenakan pajak pertambahan nilai dikarenakan tergolong kedalam kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya tetapi kini bahan utama sembako tersebut dikenakan pajak penambahan nilai sesuai dengan Runcangan Undang -- Undang yang dikelurkan oleh Menteri keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani. Alasan utama yang digunakan dalam mengeluarkan kebijakan ini ialah dimana pendaatan negara berkurang dan menurun pada tahun 2020 hingga minus 2,07%. 

Sedangkan kementerian keuangan sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi negara tahun ini dapat mencapai target sebesar 8%. Rancangan Undang -- Undang ini dipertegas oleh staff ahli kementerian keuangan yakni Yustinus Prastowo hingga hari ini masih sebatas rancangan dan belum juga memperoleh kejelasan apakah akan dilaksanakan atau ditolak. Lebih lanjut Yustinus Prastowo menjelaskan bahwasannya kebijakan ini belum tentu juga akan diterapkn di masa pandemic, masih menunggu waktu yang tepat, sehingga point penting yang dapat diambil ialah menunggu waktu yang tepat. Lantas, sebenarnya bagaimanakah mekanisme penerapan kebijakan pemberlakuan pajak penghasilan negara yang dikenakan terhadap sembako ini? berdasarkan atas Undang -- Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang direvisi direncanakan bahwasannya sembako akan terkena pajak penambahan nilai sebesar 10%. 

Tetapi hingga kini juga belum menemui titik terang bagaimana kriteria dari seseorang yang dapat dikenakan pajak tersebut apabila semua disamaratakan maka keadilan telah hilang di Negeri ibu pertiwi ini. oleh sebab itu, selagi belum adanya kejelasan dan penjelasan yang dikeluarkan oleh pihak terkait maka, asumsi serta isu yang berkeliaran belum dapat dibuktikan kebenarannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline